Jumat 21 Jun 2024 19:00 WIB

Ibrah Ali bin Abi Thalib Melawan Kemungkaran

Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai sahabat yang tegas.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Alquran memuat banyak kisah orang-orang mulia.
Alquran memuat banyak kisah orang-orang mulia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amirul Mukminin Khalifah Ali bin Abi Thalib saat memimpin umat Islam selalu mendorong rakyatnya untuk senantiasa melakukan amar ma‘ruf nahi mungkar, yakni menyuruh kebajikan dan mencegah kejahatan.

Suatu hari, Ali bin Abi Thalib berkhutbah, “Wahai manusia, sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian disebabkan mereka berbuat maksiat, sedangkan orang-orang alim dan para pendeta tidak mengindahkannya sampai akhirnya mereka ditimpa siksa saat mereka larut dalam kemaksiatan."

Baca Juga

"Oleh karena itu, perintahkanlah mereka untuk berbuat ma‘ruf (kebajikan) dan cegahlah mereka dari kemungkaran sebelum turun azab seperti yang turun kepada mereka. Ketahuilah, amar ma‘ruf dan nahi mungkar (menyuruh kebajikan dan mencegah kejahatan) itu tidak akan memutuskan rezeki dan

mendekatkan ajal."

Dilansir dari buku 150 Kisah Ali bin Abi Thalib yang ditulis Ahmad Abdul Al Al-Thahthawi yang disunting, diterjemahkan dan diterbitkan kembali PT Mizan Pustaka 2016, Dhirar bin Dhamirah menggambarkan kepribadian Ali bin Abi Thalib saat menjadi Khalifah kepada Mu‘awiyah.

“Dia (Ali bin Abi Thalib) suka menghindarkan diri dari hiruk pikuk dunia dan kenikmatannya, tetapi sangat akrab dengan malam dan kegelapannya," kata Dhirar bin Dhamirah.

"Demi Allah, aku bersaksi, suatu ketika aku pernah melihatnya berdiri di bagian sudut tempat dia biasa beribadah malam. Ketika itu, malam hampir melepas selimut kegelapannya dan bintang-bintang telah tenggelam. Lalu, dia masuk ke mihrabnya sambil memegang janggutnya dan duduk bersimpuh sambil menangis tersedu-sedu seperti seorang yang sedang dirundung kesedihan. Seakan-akan saat ini juga aku sedang mendengarkan ratapannya."

"Berkali-kali (Ali bin Abi Thalib) berkata dengan penuh kerendahan di hadapan Allah, ‘Wahai Tuhan kami, wahai Tuhan kami’. Kemudian dia berkata kepada dunia, ‘Wahai Dunia, mengapa engkau menipuku, mengapa engkau selalu muncul dan mendekatiku? Menjauhlah engkau dariku! Tipulah orang lain selain aku! Sesungguhnya aku sudah menceraikanmu dengan talak tiga karena umurmu sangat sebentar, majelismu sangat hina, dan kedudukanmu sangat rendah. Ah! Perbekalan sangat sedikit, sedangkan perjalanan amat panjang dan penuh bahaya!’.”

Mendengar cerita Dhirar bin Dhamirah tentang Ali bin Abi Thalib, air mata Mu‘awiyah pun menetes hingga membasahi janggutnya, ia tidak bisa lagi menahannya.

Mu‘awiyah kemudian menghapus air matanya dengan pakaiannya. Semua yang ada di sekelilingnya ikut menangis. Mu‘awiyah lalu berkata, “Beginilah Abu Hasan. Dhirar, bagaimana perasaanmu dengan kehilangannya?”

Dhirar bin Dhamirah menjawab, “Kesedihanku atas kehilangan (wafatnya Ali bin Abi Thalib) seumpama kesedihan orang yang dibunuh anak satu-satunya di hadapan matanya sendiri, air matanya tidak akan mengering dan lara hatinya takkan pernah sirna.”

Setelah itu, Dhirar bin Dhamirah bangkit dari majelis itu dan pergi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement