REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam situasi Pembebasan Makkah (Fath Makkah) pada bulan suci Ramadhan tahun kedelapan Hijriyah, Nabi Muhammad SAW memimpin kaum Muslimin. Mereka berduyun-duyun bergerak dari Madinah menuju Makkah.
Kalau dahulu umat Islam selalu dipersekusi pemuka musyrik Quraisy, kini keadaannya berbalik. Orang-orang musyrik itu sekarang tak berkutik. Para pemimpinnya dilanda kecemasan.
Nyatanya, Makkah dapat dibebaskan Rasulullah SAW dan umat Islam tanpa pertumpahan darah. Peristiwa Fath Makkah ini hanya menyebabkan kerusakan bagi benda-benda mati, yakni semua berhala yang selama ini disembah kaum musyrikin. Begitu pula dengan sistem Jahiliyah--itu tergantikan oleh syariat Islam.
Rasulullah SAW bukanlah pendendam. Beliau tidak pernah menaruh dendam. Yang Nabi SAW lakukan adalah pemaafan dan memberikan rasa aman.
Umair bin Wahab merupakan salah satu dari sekian banyak sahabat Nabi SAW yang menyertai beliau. Pada hari itu, ia masih terkenang akan seseorang yang dahulu merupakan kawan dekatnya di Makkah, yakni Shafwan bin Umayah.
Ketika kesempatan datang, Umair pun mencari-cari keberadaan lelaki itu. Nanti saat ketemu, ia ingin mengajak Shafwan agar mau masuk Islam.
Namun, Umair tidak menemukan lelaki itu di rumahnya. Ternyata, mantan kawan dekatnya itu terlebih dahulu pergi dengan membawa harta bendanya. Dari keterangan para tetangga, diketahuilah bahwa Shafwan sedang menuju Jeddah, untuk kemudian berlayar menjauh dari Jazirah Arab.
Umair merasa sayang bila Shafwan melewatkan kesempatan besar, yakni memeluk Islam. Jangan sampai dia menemui ajal dalam keadaan musyrik. Maka sahabat Nabi ini pun bergegas menemui Rasulullah SAW.
"Wahai Rasululullah," katanya melapor, "seorang yang dahulu sahabatku waktu di Makkah, Shafwan, termasuk pemuka di tengah kaumnya. Bila ia lari meninggalkan Makkah, mungkin karena takut kepada engkau. Padahal, dia belum mengetahui bahwa yang sebenarnya terjadi pada hari ini (Fath Makkah) adalah kerelaan (penaklukan tanpa pertumpahan darah --Red)."
"Bagaimana menurutmu, Umair?" tanya Nabi SAW kemudian.
"Kumohon kepada engkau, ya Rasulullah, berilah ia jaminan keamanan," tutur Umair.
"Sungguh, dia termasuk yang diberi keamanan," kata Rasulullah, tegas.
"Kalau begitu, berilah kepadaku suatu tanda bukti agar bisa kutunjukkan kepadanya."