Sabtu 29 Jun 2024 11:43 WIB

Ribuan Hektare Sawah Indramayu Jadi Pilot Project Pertanian Organik di Indonesia

Saat ini, Kabupaten Indramayu masih menjadi penghasil padi terbesar di Indonesia

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Arie Lukihardianti
Petani melihat drone penyemprot pestisida di lahan sawah Desa Tegalurung, Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (25/4/2024). Sebagian petani setempat mulai menggunakan drone untuk menyemprot pestisida dengan biaya Rp5 juta per hektare untuk delapan kali penyemprotan selama satu musim tanam yang dibayar saat musim panen.
Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Petani melihat drone penyemprot pestisida di lahan sawah Desa Tegalurung, Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (25/4/2024). Sebagian petani setempat mulai menggunakan drone untuk menyemprot pestisida dengan biaya Rp5 juta per hektare untuk delapan kali penyemprotan selama satu musim tanam yang dibayar saat musim panen.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU---Memiliki hamparan lahan baku sawah terbesar di Indonesia, Kabupaten Indramayu kembali menjadi pilot project di Indonesia. Kali ini, Kabupaten Indramayu menjadi barometer pengembangan pertanian organik.

Kabupaten Indramayu selama ini memiliki Lahan Baku Sawah (LBS) seluas 125.442 hektare. Hal itu menjadi salah satu dasar dipilihnya Kabupaten Indramayu menjadi percontohan pengembangan pertanian organik.

Baca Juga

Kepala Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Jawa Barat, Rustan Massinai menjelaskan, sampai saat ini, Kabupaten Indramayu masih menjadi penghasil padi terbesar di Indonesia.Meski demikian, upaya peningkatan produksi padi dari Kabupaten Indramayu terus ditingkatkan. Salah satunya dengan mengembangkan padi menggunakan sistem organik yang lebih ramah lingkungan.

‘’Pak Menteri langsung menjadikan Indramayu sebagai pilot project padi organik. Alhamdulilah kita sudah ada seribu hektare hamparan sawah yang sudah menggunakan organik di Indramayu,’’ kata Rustan, beberapa hari yang lalu.

Rustan mengatakan, hamparan sawah organik 1.000 hektar tersebut sudah ada di Kecamatan Widasari dan di Kecamatan Jatibarang. Meskipun sudah tersedia 1.000 hektare, saat ini pihaknya terus mengembangkan lahan pertanian dengan sistem organik di kecamatan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian, para petani yang lahan sawahnya menggunakan sistem organik ternyata mampu meningkatkan hasil produksinya. Yakni, dari semula enam sampai tujuh ton per hektare menjadi sepuluh ton per hektare.

‘’Dengan menggunakan organic, selain terjadi peningkatan produksi, juga ada peningkatan harga jual. Itu karena padi organik lebih mahal dan tentu menyehatkan serta ramah lingkungan,’’ kata Rustan.

Sementara itu, Bupati Indramayu, Nina Agustina sangat mengapresiasi atas kebijakan Kementerian Pertanian RI yang menjadikan Kabupaten Indramayu sebagai daerah percontohan dalam pengembangan pertanian organik.

Nina berharap, pengembangan pertanian organik dapat dikembangkan lebih luas di kecamatan lainnya.

‘’Dengan adanya peningkatan produksi dari enam ton menjadi sepuluh ton, maka akan semakin meningkatkan pendapatan petani dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat,’’ kata Nina.

Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Indramayu, Sugeng Heriyanto mengatakan, pengembangan pertanian organik ini akan mengubah kebiasaan lama petani yang selama ini menggunakan pupuk non organik (kimia) untuk beralih ke organik.

Peralihan kebiasaan itupun akan sangat menguntungkan. Pasalnya, dengan biaya produksi yang lebih murah, jumlah produksi justru meningkat dan harga jual lebih tinggi serta lebih sehat.

‘’Kalau kita beralih ke pupuk organik, maka kita tidak akan ribut pupuk subsidi,’’ kata Sugeng. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement