Selasa 09 Jul 2024 04:32 WIB

Saat Syahwat Turunkan Derajat Seorang Raja Hingga Seperti Budak

Orang yang selalu dalam bimbingan akal sehatnya layak berbahagia.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: A.Syalaby Ichsan
Jejak Nabi Yusuf AS (ilustrasi)
Foto: republika
Jejak Nabi Yusuf AS (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam bukunya Nashaihul Ibad menjelaskan bahwa seorang raja derajatnya bisa menjadi budak karena tidak mampu mengendalikan syahwatnya. Sementara seorang budak atau pelayan bisa memiliki derajat seorang raja karena kesabarannya dan kemampuannya mengendalikan syahwat.

"Sesungguhnya syahwat dapat menurunkan derajat seorang raja menjadi budak. Kesabaran dapat mengangkat derajat seorang pembantu menjadi raja. Lihatlah kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha."

Baca Juga

Syekh Nawawi al-Banteni menjelaskan bahwa syahwat adalah keinginan dan kecintaan, padahal orang yang cinta terhadap sesuatu itu akan menjadi budak apa yang dicintainya. Kesabaran adalah ketabahan, dengan kesabaran seseorang akan dapat mencapai yang dicita-citakannya.

Dalam kisah Nabi Yusuf, Zulaikha seorang permaisuri raja tertarik kepada Nabi Yusuf yang saat itu statusnya sebagai seorang pembantu. Dengan kesabaran yang dimiliki Nabi Yusuf, dia dapat mengatasi segala bujuk rayu dan tipu muslihat Zulaikha.

Pada akhirnya, Nabi Yusuf yang semula hanya seorang pembantu, dapat menjadi raja, dilansir dari kitab Nashaihul Ibad yang diterjemahkan Abu Mujaddidul Islam Mafa dan diterbitkan Gitamedia Press, 2008.

Syekh Nawawi al-Banteni juga menjelaskan orang yang selalu dalam bimbingan akal sehatnya layak berbahagia. Sementara, orang yang akalnya terkekang dan hawa nafsunya mengambil alih perilakunya akan celaka."Berbahagialah orang yang selalu dalam bimbingan akalnya dan hawa nafsunya selalu dalam kendalinya. Celakalah orang yang selalu dikendalikan oleh hawa nafsunya, sedangkan akalnya diam dan terkekang."

Orang yang mengutamakan akal ketimbang hawa nafsu maksudnya adalah orang yang selalu mengikuti kehendak akalnya yang lurus. Sementara nafsunya enggan melakukan segala apa yang telah dilarang oleh Allah SWT, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan syara' (tuntutan dari Allah).

Orang yang dikendalikan oleh hawa nafsunya, akalnya terkekang. Maksudnya adalah orang yang akalnya tidak lagi berfungsi untuk bertafakur kepada Allah dan lebih mengutamakan kehendak hawa nafsunya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement