REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL) memohon doa kepada seluruh pihak menjelang sidang putusan Majelis Hakim terkait kasus dugaan korupsi lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Sidang putusan SYL akan dibacakan pada Kamis (11/7/2024) pukul 10.00 WIB.
"Mohon doanya, terima kasih banyak atas perhatiannya," kata SYL saat ditemui setelah sidang pembacaan tanggapan terhadap replik jaksa (duplik) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Dalam kesempatan yang sama, penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen berharap SYL dapat dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan dalam sidang pembacaan vonis nanti. Menurut dia, penuntut umum maupun saksi tidak bisa menunjukkan fakta apapun di persidangan yang memperlihatkan SYL bersalah, terutama terkait pengumpulan uang di eselon I maupun eselon II Kementan.
"Namun apabila Majelis Hakim berpendapat lain, kami harap putusan yang seadil-adilnya terhadap kasus Pak SYL," ujar Koedoeboen.
Sebelumnya, SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023. Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar. Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi dan keluarga SYL.