Sabtu 13 Jul 2024 18:51 WIB

Pakar Tata Negara Soroti Revisi UU Wantimpres Terkesan Janggal

Perubahan RUU Wantimpres dilakukan saat mendekati akhir masa jabatan Presiden Jokowi.

Rep: Erik PP/Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (RUU Wantimpres) menjadi nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dinilai menyalahi konstitusi RI. Pakar hukum tata negara Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari menilai, langkah itu juga bertentangan dengan semangat reformasi.

Pasalnya, dalam Bab 4 UUD 1945 hasil amandemen menghapus DPA. Hasil diskusi dari para pelaku perubahan UUD 1945, kata Feri, penghapusan itu dibangun untuk mengefisiensi dan mengefektifkan pemurnian sistem presidensial.

Baca Juga

"Oleh karena itu DPA dihapuskan dan presiden melalui UU akan diberikan wewenang untuk membentuk Wantimpres yang berada di bawah kuasa presiden atau bagian staf presiden di Istana Negara," kata Feri ketika dihubungi wartawan dikutip di Jakarta, Sabtu (13/7/2024).

Feri menyoroti usulan perubahan RUU Wantimpres yang terkesan janggal. Apalagi, perubahan RUU Wantimpres dilakukan saat mendekati akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).