REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang digelar di Unisa Yogyakarta sejak hari ini membahas antara lain konsesi tambang. Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 beberapa waktu lalu telah membuka peluang organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola usaha pertambangan batu bara.
Mantan ketua umum PP Muhammadiyah Prof Amien Rais menilai, tawaran izin usaha pertambangan (IUP) yang dibuka PP Nomor 25/2024 adalah "beracun" dan "berbisa." Ia mengaku terkejut saat mendengar isu bahwa PP Muhammadiyah sudah menyatakan bersedia menerima izin usaha pertambangan (IUP), Kamis (25/7/2024).
Mantan ketua MPR-RI ini mewanti-wanti, pertambangan bukanlah habitat gerakan dakwah Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan.
"Semula tawaran memperoleh izin pengelolaan tambang batu bara itu dijauhi oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak mau karena sangat sensitif itu dan tahu akibatnya. Namun, karena kepincut dengan keduniaan, akhirnya 'kail' berbahaya itu ditelan oleh Muhammadiyah," kata Amien Rais dalam video di akun YouTube Amien Rais Official, yang dilihat Republika hari ini, Sabtu (27/7/2024).
Guru besar UGM Yogyakarta ini menampik argumen bahwa Muhammadiyah akan berusaha menjadi pemain tambang yang "tidak merusak lingkungan." Menurut dia, klaim itu menghina akal sehat. Sebab, di manapun pertambangan batu bara pasti menghancurkan lingkungan, sampai ke tahap yang mustahil bisa dipulihkan kembali.
"Apalagi, dunia pertambangan itu dunia yang ganas. Sebagian besar pemainnya adalah bandit-bandit tanpa moral dan pertimbangan akal sehat. Karena, tujuannya hanya satu, mengeruk batu bara tanpa ampun demi dolar atau rupiah sebanyak-banyaknya," tegas Amien.
"Kini, 'kail itu' sudah ada di rongga mulut Muhammadiyah, tetapi insya Allah belum melewati kerongkongan. Kalau Muhammadiyah mau, 'kail beracun' yang pasti akan merusak Muhammadiyah itu masih bisa dimuntahkan kembali," sambung dia.