Sabtu 17 Aug 2024 09:21 WIB

Akankah Hubungan Erdogan dan Assad Kembali Mesra?

Turki dan Suriah upayakan rekonsiliasi

Presiden Suriah Bashar al-Assad (ilustrasi) Turki dan Suriah upayakan rekonsiliasi
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Pertanyaan ini muncul setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Lantas akankah rekonsiliasi itu benar terjadi?

Pertanyaan ini dijawab mantan diplomat Suriah di Washington DC, Bassam Barabandi , dalam artikelnya bertajuk Turkey Syria Relations Will Erdogan and Assad Reconcile? yang dipublikasikan di Middle East Eye.

Baca Juga

Barabandi menulis ketika Recep Tayyip Erdogan baru-baru ini menyampaikan undangan kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk sebuah pertemuan, presiden Turki ini mengisyaratkan keterbukaannya untuk berdialog.

Agenda Erdogan tampaknya didorong terutama oleh pertimbangan-pertimbangan domestik, yang bertujuan untuk menantang oposisinya, yang juga menyerukan pertemuannya sendiri di Damaskus, dengan mengambil langkah-langkah berani terhadap rezim Suriah, termasuk mengupayakan kembalinya para pengungsi Suriah secara aman dan sukarela.

Strategi ini sejalan dengan pendekatan Erdogan yang lebih luas dalam menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangga Turki di kawasan ini. Perhatian utama Ankara adalah para pengungsi Suriah dan memerangi ancaman dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF).

Assad, yang berada di bawah tekanan dari Rusia dan ingin menunjukkan kemenangan kepada para loyalisnya, telah menyambut baik inisiatif Turki ini, meskipun masih belum jelas apakah, atau kapan, pertemuan semacam itu akan benar-benar terjadi.

Namun, Assad juga menyoroti kurangnya kemajuan dalam pertemuan tingkat keamanan sebelumnya, yang mencerminkan perlunya menyeimbangkan tuntutan Iran untuk penarikan penuh Turki dari Suriah dengan upaya Rusia untuk mengubah dinamika Suriah dan melemahkan pengaruh Iran.

Tujuan utama Assad dalam pertemuan yang akan datang adalah penarikan pasukan Turki dari Suriah, dan penghentian dukungan Turki untuk faksi-faksi oposisi Suriah.

BACA JUGA: Wakil Aceh di Paskibraka Nasional 'Dipaksa' Lepas Jilbab?

Tuntutan-tuntutan ini sejalan dengan kepentingan Iran, karena Assad menyadari bahwa ia tidak dapat menghadapi SDF sementara kelompok tersebut berada di bawah perlindungan Amerika Serikat.

Simbolisme yang krusial

Simbolisme dari kedua pemimpin yang berjabat tangan akan menjadi sangat penting bagi keduanya, meskipun untuk alasan yang berbeda.

Turki tetap...

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement