REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Maraknya dugaan kasus perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di fakultas kedokteran di kampus-kampus negeri ternama membuat Kementerian Kesehatan bergerak. Awal mula terungkapnya aksi bulliying ini terungkap setelah adanya seorang mahasiswi PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, meninggal dunia akibat bunuh diri di tempat indekosnya di Jalan Lempongsari, Semarang, Jawa Tengah.
Kematian korban berinisial AR yang ditemukan pada Senin (12/8) lalu tersebut diduga berkaitan dengan perundungan di tempatnya menempuh pendidikan. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, praktik perundungan tersebut juga terjadi akibat tidak adanya kerja sama antara PPDS FK dengan pihak rumah sakit.
Dia mengatakan, mahasiswa PPDS seperti hanya menumpang praktik dan jaga di rumah sakit, termasuk RS Kemenkes. Dia menegaskan, pihaknya tidak memiliki payung hukum legal untuk mengintervensi apabila terjadi penyalahgunaan maupun penyelewengan terhadap mereka.
Menkes pun mencontohkan, ada banyak dana tidak resmi yang harus disetor mahasiswa peserta PPDS yang ditemukan pihak Kemenkes. “Memang banyak menarik dana-dana tidak resmi, aku dapat yang mesti disetor oleh mahasiswa, baik itu yang disetor ke seniornya, atau ke mana, aku tidak tahu. Tetapi bukti-bukti transfernya ada. Ya saya bilang itu seharusnya tidak boleh begitu, tetapi mereka kan bukan bagian dari RS Kemenkes, jadi kami memegangnya juga agak susah,” ujar Budi usai Konferensi Pers Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Nota Keuangan TA 2025 di Jakarta, Jumat (16/8/2024).