REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Partai Golkar terkejut dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60/2024. Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, putusan yang mengubah ambang batas minimal suara partai politik (parpol) dalam mengusung calon kepada daerah (cakada) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 itu berpotensi mengubah koalisi. Pun bisa membuka komunikasi ulang lintas parpol dalam pengusungan cakada-cakada untuk pilkada.
“Buat kami (Golkar), untuk kesekian kalinya, putusan MK selalu menjadi kejutan. Ini tinggal sisa seminggu menuju pendaftaran (cakada), tiba-tiba ada kebijakan baru. Dan kita tahu bahwa putusan MK itu final dan binding (terakhir dan mengikat),” ujar Doli saat ditemui di arena Munaslub Partai Golkar di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (20/8/2024).
“Dan saya kira, ini (putusan MK) bukan cuma akan berdampak di Jakarta, tetapi di semua tempat provinsi, kabupaten, dan kota, akan bisa mengubah peta politik pencalonan,” ujar Doli menambahkan.
Meskipun dari internal Partai Golkar, kata Doli, belum ada pembahasan khusus perihal putusan MK tersebut. Namun kata Doli, partainya yang selama ini mengikat kontrak politik dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) akan mengkaji penuh dampak dari putusan MK tersebut.
Sebab kata Doli, perubahan ambang batas minimal 7,5 persen yang menjadi syarat baru dalam pencalonan cakada itu, berujung pada dinamika politik baru yang bisa menihilkan koalisi.
“Makanya, nanti saya kira, Golkar, bersama-sama KIM, mungkin harus duduk bersama lagi untuk memetakan ulang (koalisi),” ujar Doli.
“Karena secara politik, secara strategi, begitu peraturannya berubah, begitu juga peta kekuatan (parpol) akan berubah. Ya kita harus menyesuaikan diri,” kata Doli.
Meski begitu, kata Doli, Partai Golkar masih komitmen untuk tetap bersama-sama KIM dalam Pilkada 2024. “Insya Allah, kita sudah teruji, kita (KIM) punya succes stroy di pilpres. Dan sejauh ini, kita juga sudah dalam pemetaan bersama-sama untuk pencalonan pasangan-pasangan kepala daerah,” begitu ujar Doli.
MK, pada Selasa (20/8/2024) memutuskan mengubah syarat ambang batas minimal bagi partai politik peserta pemilu dalam pengusungan calon kepala daerah untuk Pillkada 2024. Dalam putusannya MK membagi menjadi dua klaster ambang batas untuk pencalonan di level provinsi atau calon gubernur - calon wakil gubernur (cagub-cawagub). Dan untuk ditingkat kabupaten, atau kota. Di level provinsi, dalam putusannya MK membagi empat ambang batas minimal sebagai syarat partai-partai politik dalam mengusung cagub dan cawagub.
Di tingkat provinsi, dengan jumlah penduduk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sampai 2 juta jiwa, parpol, atau gabungan parpol peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut. Di provinsi dengan DPT lebih dari 2 juta, sampai dengan 6 juta, syarat minimal suara pencalonan sebesar 8,5 persen.
Sedangkan untuk provinsi dengan DPT lebih dari 6 juta, sampai 12 juta jiwa, pengusungan cakada oleh parpol, atau gabungan parpol yang memiliki suara minimal 7,5 persen. Terakhir di provinsi dengan jumlah DPT lebih dari 12 juta jiwa, ambang batas pencalonan minimal dari parpol, atau gabungan parpol peraih 6,5 persen suara sah.
Adapun di tingkat kabupaten dan kota, ambang batas minimal di wilayah dengan DPT 250 ribu jiwa, harus diusulkan oleh parpol, atau gabungan parpol dengan 10 persen suara sah. Wilayah dengan DPT lebih dari 250 ribu jiwa, sampai 500 ribu jiwa, ambang batas suara sah pengusungan adalah 8,5 persen.
Selanjutnya di wilayah dengan DPT lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, parpol atau gabungan parpol harus memiliki suara sah 7,5 persen. Dan terakhir, untuk kabupaten-kota dengan DPT lebih dari satu jiwa, syarat pengusungan dari parpol, atau gabungan parpol dengan 6,5 persen suara sah.
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement