REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pertemuan Paus Fransiskus dan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka baru saja selesai. Dialog dua tokoh tersebut berlangsung di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (4/9/2024) siang WIB.
Dalam pernyataannya, Paus menitikberatkan pada beberapa poin. Pertama-tama ia menyinggung kondisi wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. Penduduknya juga memiliki beragam etnis, agama, suku bangsa.
"Sikap saling menghargai etnik, budaya dan agama seperti di Indonesia, adalah kerangka yang tak tergantikan, yang menyatukan," kata tokoh yang pada bulan bulan 17 Desember 2024, berusia 88 tahun itu.
Intinya, Indonesia, menurut Paus Fransiskus adalah negara luar biasa yang bisa menyatu sebagai bangsa. Ia mengajak semua pihak memperhatikan keseimbangan perbedaan kebudayaan dan ideologi.
Berikutnya, Paus mendorong perlawanan terhadap aksi ektrimisme dan intoleransi. Ada pihak tertentu yang mengatasnamakan agama berusaha menggunakan kekerasan demi mengambil kekuasaan.
"Gereja Katolik berkeinginan untuk meningkatkan dialog antar agama, dengan cara ini, prasangka dapat dihapus dan suasana saling menghargai dan saling percaya, dapat bertumbuh," ujar Kepala Negara Vatikan itu.
Gereja, jelas Paus, ingin mencapai perdamaian dan menghormati semua agama. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan. Ini membutuhkan kerja sama dengan lembaga negara, perwakilan masyarat sipil, mendorong pembentukan struktur sosial yang seimbang.
"Berkaitan dengan ini, izinkan saya unjuk merujuk pada pembukaan UUD 1945 anda yang menawarkan wawasan berharga bagi jalan yang dipilih oleh Indonesia yang demokratis dan merdeka," ujarnya.
Paus melihat ada hambatan besar untuk mencapai perdamaian. Kekerasan terjadi akibat tidak menghormati perbedaan. Itu menyebabkan perang.
Ia mempelajari isi pembukaan UUD 1945 Indonesia. Paus menyinggung adanya kesadaran akan berkat Tuhan yang Maha Kuasa di sana. Lalu keadikan sosial yang merupakan fondasi tatanan yang dinginkan, juga salah satu tujuan yang harus dicapai demi kepentingan seluruh masyarakat.
Bhinneka Tunggal Ika, Keadilan Sosial, dan kesadaran akan berkat Tuhan, merupakan prinsip hakiki untuk menginspirasi dan menuntun tatanan sosial. "Bukankah prinsip ini sama dengan moto kunjungan saya, Faith, Fraternity, Compassion, (iman, persaudaraan, bela rasa)," ujar tokoh kelahiran Argentina itu.
Paus juga membahas bagaiman keluarga di Indonesia masih memiliki tiga atau empat anak. Menurutnya itu contoh yang bagus untuk sebuah negara. "Karena pasangan di tempat lain lebih suka memiliki peliharaan anjing dan kucing," ujar Kepala Negara Vatikan ini.
Paus menegaskan, manusia bisa melewati kekerasan dengan membangun keluarga. Ia kemudian menjadikan filosofi negara Indonesia untuk melewati masa kegelapan.