REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) kasus Vina yang diajukan oleh enam terpidana, sempat diwarnai perdebatan antara majelis hakim dan tim kuasa hukum dari para terpidana. Sidang itu digelar di Pengadilan Negeri Cirebon, Rabu (4/9/2024).
Perdebatan itu terjadi saat majelis hakim yang diketuai oleh Arie Ferdian, menyatakan sidang berlangsung secara tertutup. Hal itu dikarenakan ada hal yang menyangkut asusila.
Namun, pernyataan majelis hakim itu diprotes oleh tim kuasa hukum para terpidana. Mereka menyatakan, tidak ada hal menyangkut asusila dalam dakwaan sehingga sidang harus digelar secara terbuka. Sidang sempat diskors selama 15 menit.
Salah seorang tim kuasa hukum terpidana, Jutek Bongso, menyatakan, pihaknya sepakat tidak akan melanjutkan sidang jika majelis hakim bersikukuh menggelar sidang secara tertutup.
"Kami dari penasehat hukum, secara tegas disampaikan oleh Prof Otto Hasibuan, kalau tetap dinyatakan tertutup, maka kami tidak akan melanjutkan sidang ini," kata Jutek.
Jutek menyatakan, dakwaan terhadap kliennya hanya menyangkut Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana. Selain itu, dalam pengadilan tingkat pertama kasus itu sebelumnya juga digelar terbuka untuk umum.
"Kalau dipaksakan tertutup, kita akan pakai jalur lain. Kami tegas, ini harus terbuka. Kalau tertutup, kami tidak akan lanjutkan," cetus Jutek.
Sementara itu, setelah skorsing berakhir, majelis hakim akhirnya memutuskan untuk menggelar sidang secara terbuka. Namun, jika menyangkut bagian tindak pidana asusila, maka sidang akan dilaksanakan secara tertutup.
Ditemui di sela sidang, ketua tim kuasa hukum enam terpidana, yang juga Ketua DPN Peradi, Otto Hasibuan, menilai keputusan majelis hakim yang menggelar sidang secara terbuka merupakan keputusan yang bijaksana.
"Kita senang juga ya tadi, setelah sidang dinyatakan mau dilakukan secara tertutup, tapi setelah kita ajukan permohonan kepada majelis, akhirnya kita sepakat, bahwa sepanjang mengenai adanya kekerasan seksual, asusila, itu kita lakukan tertutup. Tapi diluar itu, sidangnya terbuka. Itu keputusan yang bijaksana dari majelis," kata Otto.
Otto menambahkan, PK itu digelar atas adanya novum atau bukti baru, bukan pemeriksaan secara material pada kasus pembunuhan Vina dan Eky.
"Ini kan permohonan PK, bukan pemeriksaan material dari pada kasus ini," ucapnya.
Seperti diketahui, PK itu diajukan oleh enam terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi di Cirebon pada 2016 silam. Yakni, Jaya, Supriyanto, Eko Ramadhani, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Rivaldi Aditya Wardana.
Keenam terpidana itu dan dua terpidana lainnya, yakni Sudirman dan Saka Tatal, sebelumnya divonis bersalah dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 silam. Mereka divonis hukuman seumur hidup, kecuali Saka Tatal.
Saka Tatal yang saat itu masih tergolong dibawah umur, divonis delapan tahun. Namun, ia memperoleh bebas bersyarat pada 2020 setelah menjalani hukuman tiga tahun delapan bulan.
Saka Tatal kemudian mengajukan Peninjauan Kembali untuk membuktikan ia tidak bersalah dalam kasus itu. Sidang PK nya telah selesai digelar pada 1 Agustus 2024 dan hanya tinggal menunggu keputusan dari Mahkamah Agung.
Sementara Sudirman, juga mengajukan PK dalam kasus itu. Namun, sidang PK Sudirman dijadwalkan pada 25 September 2024.