Selasa 24 Sep 2024 12:14 WIB

Imam di Missouri, AS akan Dieksekusi Suntik Mati Selasa Sore

Kasus Williams menimbulkan kekhawatiran orang yang mungkin tak bersalah dihukum mati.

Imam Marcellus Khalifah Williams (55 tahun) dijadwalkan menjalani vonis suntuk mati pada Selasa (24/9/2024) sekitar pukul 18.00 waktu Missouri, AS.
Foto: CNN/Courtesy Marcellus Williams legal team
Imam Marcellus Khalifah Williams (55 tahun) dijadwalkan menjalani vonis suntuk mati pada Selasa (24/9/2024) sekitar pukul 18.00 waktu Missouri, AS.

REPUBLIKA.CO.ID, MISSOURI -- Mahkamah Agung (MA) Missouri dan Gubernur Mike Parson telah menolak untuk menghentikan eksekusi seorang narapidana hukuman mati yang dijadwalkan pada Selasa (24/9/2024) waktu lokal. Padahal, jaksa sudah berpendapat bahwa Imam Marcellus 'Khalifah' Williams (55 tahun) mungkin tidak bersalah.

Hal itu membuat nasib Imam Williams kini berada di tangan MA Amerika Serikat (AS) dengan waktu kurang dari 24 jam sebelum ia dijadwalkan menjalani eksekusi mati. Williams akan dihukum mati dengan cara menjalani suntikan mematikan.

Baca Juga

"Pak Williams telah melalui proses hukum dan setiap jalur peradilan, termasuk lebih dari 15 sidang yang mencoba untuk membela ketidakbersalahannya dan membatalkan hukumannya," kata Parson dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNN.

"Tidak ada hakim maupun pengadilan, termasuk di tingkat pengadilan, banding, dan Mahkamah Agung, yang pernah menemukan bukti atas klaim ketidakbersalahan Pak Williams. Pada akhirnya, vonis bersalahnya dan hukuman mati tetap ditegakkan. Tidak ada fakta nyata dalam kasus ini yang membuat saya percaya bahwa Pak Williams tidak bersalah. Oleh karena itu, hukuman Pak Williams akan dilaksanakan sesuai dengan perintah Mahkamah Agung."

Marcellus yang kini menjadi imam di tahanan negara bagian merupakan keturunan Afrika-Amerika, dinyatakan bersalah atas pembunuhan Felicia Gayle, mantan reporter surat kabar yang ditemukan tewas ditikam di rumahnya pada 1998. Williams telah lama bersikeras bahwa ia tidak bersalah. Dalam langkah yang tidak biasa, jaksa tertinggi di Kabupaten St Louis mengajukan mosi pada Januari lalu, untuk membatalkan hukuman dan hukuman mati Williams tahun 2001.

Baca: Kim Jong-un Bersumpah Perkuat Korut dengan Senjata Nuklir

Namun, mosi itu ditolak. Dengan informasi baru mengenai kemungkinan kontaminasi barang bukti, Jaksa Penuntut Wesley Bell dan pengacara Williams baru-baru ini mengajukan dokumen bersama yang meminta MA Missouri untuk mengirim kembali kasus tersebut ke pengadilan yang lebih rendah untuk "dengar pendapat yang lebih komprehensif". Hal itu atas permintaan Bell pada Januari 2024, yang merupakan seorang politikus Partai Demokrat yang kini mencalonkan diri untuk maju ke Kongres.

Kasus Williams menimbulkan kekhawatiran bahwa seseorang yang mungkin tidak bersalah akan dieksekusi sebagai bentuk hukuman mati. Setidaknya 200 orang yang dijatuhi hukuman mati sejak 1973 kemudian dibebaskan, termasuk empat di Missouri, menurut Pusat Informasi Hukuman Mati. Williams dijadwalkan dieksekusi dengan suntikan mematikan pada Selasa pukul 18.00 waktu setempat.

Baca: Wakil KSAU Kunjungi Pabrikan Simulator F-16 Simigon di AS

Organisasi HAM AS (NAACP) dan Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) telah menyerukan kepada Gubernur Parson untuk menghentikan eksekusi Williams. Sebelumnya, gubernur membatalkan penangguhan eksekusi dalam kasus ini yang diperintahkan oleh pendahulunya, memungkinkan rencana untuk mengeksekusi Williams terus berlanjut.

Pengacara Williams juga meminta MA AS untuk menunda eksekusi, berdasarkan "bukti baru yang ditemukan dari kesaksian jaksa persidangan" bulan lalu. Selama sidang untuk membatalkan putusan pada 28 Agustus 2024, seorang jaksa dari persidangan Williams "mengakui bahwa dia telah mengeluarkan (calon hakim dari daftar hakim) karena sepert. Williams, (calon juri tersebut) adalah orang kulit hitam," tulis pengacara Williams dalam permintaan darurat agar MA AS ikut campur tangan.

Selama sidang pada Senin (23/9/2024) di MA Missouri, pengacara Williams, Jonathan Potts, mengeklaim, jaksa persidangan menolak calon hakim "sebagian karena dia adalah pria kulit hitam muda yang memakai kacamata." "Ada unsur rasial dalam hal ini," kata Potts.

Baca: Kepala ANRI Undang KSAL Jadi Pembicara Seminar tentang RI-Rusia

Namun kantor jaksa agung Missouri membantah anggapan tersebut. Mereka mengatakan, niat jaksa persidangan untuk menolak calon hakim bukan karena ras.

"Apa yang dia katakan ketika ditanya langsung, ‘Apakah Anda menolak seseorang sebagian karena alasan ras?’ Dia berkata tidak, sama sekali tidak," kata Asisten Jaksa Agung Michael Spillane selama sidang hari Senin. "Dan dia menjelaskan bahwa hal itu akan menjadi pelanggaran."

Bukti DNA terbaru...

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement