Ahad 29 Sep 2024 12:50 WIB

Menlu Rusia: Pembunuhan Warga Palestina dengan Senjata AS Harus Dihentikan

Rusia menyerukan pembentukan negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967.

Menlu Rusia Servey Lavrov.
Foto: Maxim Shemetov/Pool Photo via AP
Menlu Rusia Servey Lavrov.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Sabtu (28/9), menyerukan penghentian segera pembunuhan warga Palestina dengan senjata Amerika Serikat. Berpidato di hadapan Majelis Umum PBB di New York, Lavrov mengatakan hukuman kolektif massal terhadap warga Palestina oleh Israel tidak dapat diterima.

"Setiap orang yang masih memiliki rasa iba merasa marah karena tragedi Oktober digunakan untuk hukuman kolektif massal terhadap warga Palestina, yang berubah menjadi bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pembunuhan warga sipil Palestina dengan senjata Amerika harus segera dihentikan," kata Menlu Rusia menegaskan.

Baca Juga

Israel telah menewaskan lebih dari 41 ribu orang, yang sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Lavrov mendesak pengiriman bantuan kemanusiaan dan pemulihan infrastruktur di wilayah Palestina. Ia menekankan bahwa hal yang paling penting adalah pembentukan negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Beralih ke situasi di Lebanon, saat Israel telah melancarkan serangan udara besar-besaran dan telah menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, Menlu Rusia itu mengatakan bahwa peledakan pager (penyeranta) dan perangkat komunikasi baru-baru ini adalah 'tidak manusiawi'.

Lavrov juga menyerukan agar segera dilaksanakannya penyelidikan terkait peristiwa tersebut. "Tidak mungkin untuk mengabaikan banyak publikasi di media, termasuk di Eropa dan di AS, yang menunjukkan semacam keterlibatan dan setidaknya kesadaran Washington mengenai persiapan serangan teroris ini," katanya.

Lavrov juga mengkritik pembunuhan Nasrallah, dengan mengatakan. "Metode pembunuhan politik, yang telah menjadi praktik yang hampir umum, sangat mengkhawatirkan, seperti yang terjadi lagi kemarin di Beirut."

Beralih ke situasi di Ukraina, menteri itu mengatakan Rusia tetap terbuka terhadap resolusi diplomatik, tetapi itu harus didasarkan pada usulan, dengan mempertimbangkan posisi semua pihak. Ia memuji inisiatif "Friends of Peace" (Sahabat Perdamaian) yang didukung Brasil-China.

Lavrov juga menuding Sekretariat PBB bias. Dia mengatakan badan administratif PBB menciptakan alasan untuk memperkenalkan narasi yang menguntungkan Barat ke dalam pekerjaan organisasi, sehingga merusak kepercayaan pada PBB.

"Belum terlambat untuk menghidupkan PBB kembali, tetapi ini dapat dilakukan bukan dengan bantuan pertemuan puncak dan deklarasi yang tidak realistis, tetapi melalui pemulihan kepercayaan berdasarkan prinsip hukum tentang kesetaraan kedaulatan semua negara," kata Lavrov, menambahkan.

sumber : Antara/Anadolu
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement