Selasa 15 Oct 2024 15:58 WIB

Pakaian Berlumur Darah Saat Shalat, Titik Balik Imam Ghazali

Imam Ghazali akhirnya berguru pada seorang sufi.

Imam Al Ghazali
Foto: youtube
Imam Al Ghazali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam usia relatif muda, Imam Ghazali menduduki posisi pucuk di Universitas Nizhamiyah, Baghdad. Reputasinya amat baik dan terkenal di seluruh negeri Islam.

Namun, saat berumur 38 tahun ia mengalami keresahan spiritual yang begitu mendalam hingga dirinya jatuh sakit tak bisa berbicara. Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan seluruh jabatan terpandangnya di Baghdad, mengembara ke luar negeri. Itulah awal mulanya menapaki jalan tasawuf.

Baca Juga

Sebelum momen penting itu terjadi dalam hidupnya, Imam Ghazali muda juga pernah bersinggungan dengan hikmah tasawuf. Kisahnya terekam dalam kitab Muid an-Ni'ami, dengan mengutip penuturan Imam Tajuddin as-Subki.

Pada suatu hari, Imam Ghazali memimpin shalat berjamaah di masjid. Masyarakat setempat memang biasa menjadikannya imam. Apalagi, rumah sang alim berada tak jauh dari tempat ibadah itu.

Namun, adik Imam Ghazali yang bernama Ahmad mulai menyisihkan diri begitu melihat kakaknya itu menjadi imam shalat. Ia lebih suka meneruskan shalat sendirian (munfarid) daripada harus ikut menjadi makmum di belakang sang kakak.

Orang-orang mulai membicarakan hal itu. Bahkan, lama kelamaan muncul rumor tidak sedap tentang hubungan antara Imam Ghazali dan adiknya. Alhasil, sang rektor Universitas Nizhamiyah merasa tidak nyaman. Ia menduga, Ahmad telah menganggap shalat yang dipimpinnya tidak sah.

Padahal, dirinya merasa sudah menjalankan setiap syarat dan rukun shalat secara sempurna. Suatu ketika, ia pun menceritakan kegundahan hatinya itu kepada ibunya.

Sang ibunda lantas berjanji akan menyuruh Ahmad untuk turut menjadi makmum manakala Ghazali tampil sebagai imam shalat. Mendengar itu, ia pun bersuka cita karena orang tidak akan lagi berpikir negatif tentang hubungan kakak beradik ini.

Akhirnya, Ahmad bersedia untuk ikut shalat berjamaah di masjid yang diimami Ghazali. Orang-orang yang menyaksikannya sempat terkejut, tetapi kemudian tidak berkata apa-apa.

Bagaimanapun, di tengah shalat Ahmad justru membatalkan dirinya. Ia keluar dari shaf dan meneruskan shalat secara sendirian.

Sesudah salam dan shalat selesai, beberapa jamaah mulai berbisik-bisik satu sama lain. Hati Ghazali kian gusar. Sesampainya di rumah, ia segera meminta penjelasan dari adiknya itu.

“Mengapa kamu membatalkan makmum kepadaku!? Apakah kamu menganggap shalat yang aku imami tidak sah?” tanya dia dengan nada tinggi.

“Aku melihat pakaianmu berlumuran darah,” jawab Ahmad.

Imam Ghazali tidak mengerti maksud perkataan adiknya itu. Ia melihat dengan jelas, gamis yang dikenakannya bersih, tak ada noda sedikitpun.

Ia beranjak ke kamarnya dan berupaya menenangkan perasaan. Tiba-tiba, ia tersadar bahwa belakangan ini sebelum shalat dirinya sering membuka-buka kitab fikih.

Kebetulan, sesaat sebelum berangkat ke masjid tadi dirinya sempat membuka bab tentang bersuci (thaharah). Malahan, saat sedang mengimami shalat tadi pun pikirannya tebersit pada soal hukum darah haid.

Ghazali segera keluar dari kamarnya dan menjumpai adiknya itu untuk meminta maaf. “Bagaimana mungkin kamu bisa mengatahui apa yang aku pikirkan tadi saat menjadi imam sholat?” tanya dia.

Ahmad menjawab, "Aku berguru kepada seorang ulama yang tidak terkenal di pinggiran kota. Namanya, Syekh al-Utaqy. Dia orang alim, tetapi sehari-hari bekerja sebagai tukang sol sepatu di toko dekat pasar.”

Karena penasaran, Ghazali pun pergi untuk menemui orang alim tersebut. Sesampainya di dekat pasar yang dimaksud, ia pun berhasil menemukan Syekh al-Utaqy.

“Izinkanlah aku untuk menjadi muridmu,” pintanya.

“Aku kira, kamu tidak akan sanggup mengikuti perintahku,” jawab al-Utaqy.

“Insya Allah, aku bisa melakukannya,” kata Ghazali lagi.

Guru adiknya itu akhirnya menerimanya. Imam Ghazali lantas diperintahkan untuk membersihkan kotoran yang ada di lantai dengan tangannya.

Meskipun sempat merasa aneh, ia tetap mematuhi perintah sang ulama yang juga salik itu. Saat Ghazali hendak mengambil kotoran tersebut, Syekh al-Utaqy tiba-tiba mencegahnya, lalu menyuruhnya agar segera pulang.

Setibanya di rumah, Imam Ghazali semakin heran terhadap pelajaran pertama yang diajarkan syekh tersebut. Akan tetapi, ia akhirnya mendapatkan ilham tentang tindakan sang guru.

Sang sufi mengisyaratkan agar dirinya membersihkan hati terlebih dahulu sebelum mengurus apa-apa yang tampak dalam pandangan mata.

Mulai saat itu, Imam Ghazali terus berguru kepada Syekh al-Utaqy. Hatinya terpanggil untuk menyelami lebih dalam ilmu tasawuf.  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement