Kamis 17 Oct 2024 06:29 WIB

Nadiem Makarim tak Lagi Jadi Menteri, Bagaimana Nasib Kurikulum Merdeka Belajar?

Banyak pelajar yang dinilai merasa kebingungan dengan implementasi kurikulum tersebut

Rep: Mgrol153/ Red: A.Syalaby Ichsan
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Anwar Makarim menyampaikan sambutan saat pembukaan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Kelas Muda Angkatan 1, di Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat, Jalan Wartawan, Kota Bandung, Selasa (6/2/2024). Dalam momen itu, Nadiem pun berpesan agar para wartawan tetap menjaga kualitas jurnalisme di tengah disrupsi informasi. SJI merupakan program peningkatan kompetensi dan wawasan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Anwar Makarim menyampaikan sambutan saat pembukaan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Kelas Muda Angkatan 1, di Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat, Jalan Wartawan, Kota Bandung, Selasa (6/2/2024). Dalam momen itu, Nadiem pun berpesan agar para wartawan tetap menjaga kualitas jurnalisme di tengah disrupsi informasi. SJI merupakan program peningkatan kompetensi dan wawasan yang sesuai dengan perkembangan zaman.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Pakar pendidikan dari Universitas Ibn Khaldun, Bogor, Dr Rahmatul Husni, menyoroti nasib kurikulum Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim seiring transisi kursi menteri yang akan berlangsung tak lama lagi.

Menurut dia, keberlanjutan program ini menjadi sangat krusial dalam menjaga kesinambungan sistem pendidikan. Ia berharap, kurikulum ini dapat dilanjutkan dan ditingkatkan di bawah kepemimpinan Prof Abdul Mu'ti yang akan mengisi menteri pendidikan dasar dan menengah pada era pemerintahan Prabowo Subianto. 

Baca Juga

"Kurikulum Merdeka Belajar telah menjadi salah satu inovasi besar dalam sistem pendidikan kita. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kurikulum ini benar-benar membawa kemerdekaan bagi siswa, atau hanya menjadi slogan semata?"ujar Rahmatul saat ditemui di Bogor, Rabu (16/10/2024).

photo
Sejumlah pelajar dievakuasi di lantai bertingkat gedung penyelamatan Museum Tsunami Aceh saat berlangsung Simulasi Evakuasi Mandiri di Banda Aceh, Aceh, Rabu (9/10/2024). - (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Ia juga menyoroti betapa banyak pendidik yang merasa kebingungan dengan implementasi Kurikulum Merdeka Belajar. Oleh karena itu, diperlukan arahan yang lebih jelas agar kurikulum ini bisa dijalankan dengan baik di lapangan. 

 

"Kebijakan yang baik harus tetap dijalankan terlepas dari siapa yang menjabat. Yang paling penting adalah evaluasi yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut benar-benar bermanfaat bagi siswa dan pendidik,"jelas dia.

Rahmatul juga menekankan perlunya integrasi antara kemajuan teknologi dan pendidikan yang beradab untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam bersikap. Menurut dia, teknologi dalam pendidikan harus digunakan sebagai alat untuk mendukung pengembangan moral dan karakter, bukan sebagai tujuan akhir. 

"Kita ingin menciptakan generasi yang mampu bersaing di era digital, tetapi tetap berpegang pada nilai-nilai moral dan kebijaksanaan. Itulah esensi pendidikan yang sebenarnya,"ujar dia.

Dia berharap agar kepemimpinan baru di Kementerian Pendidikan dapat membawa perubahan positif bagi sistem pendidikan Indonesia. Pergantian menteri ini diharapkan bukan hanya menjadi ajang peralihan kebijakan, tetapi juga momentum untuk merefleksikan kembali arah pendidikan nasional yang lebih komprehensif, yang tidak hanya mengejar angka dan teknologi, tetapi juga adab dan kebijaksanaan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement