REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pilkada di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dibayangi-bayangi praktik politik uang. Survei dari Skala Institute bersama Ragaplasma Research menyatakan, 45,38 persen pemilih diprediksi mengubah pilihan akibat bujukan pemberian imbalan dalam bentuk uang, barang maupun jasa.
"Ada atensi khusus terkait perubahan pilihan yang disebabkan oleh faktor uang dan angkanya relatif besar," kata Direktur Skala Institute Wahyu Ginanjar di Cikarang, Jumat (26/10/2024).
Kondisi tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan Skala Institute bersama Ragaplasma Research pada periode 1-7 Oktober 2024 dengan metode multistage sampling. Survei itu dilakukan di enam kabupaten dan kota di Jawa Barat yang kemudian dielaborasi dengan pilkada provinsi tersebut. Keenam daerah itu meliputi Kabupaten Bekasi, Garut, Cianjur, Majalengka serta Kota Cirebon dan Kota Bandung.
Wahyu mengatakan dari keenam daerah itu, daerah dengan jumlah pemilih paling banyak tergiur politik uang yang kemudian mengubah pilihan suara adalah Kabupaten Bekasi. Sementara, untuk daerah lain masih di bawah Kabupaten Bekasi.
Wahyu memaparkan survei dilakukan terhadap 400 responden dengan margin of error sebesar lima persen, tingkat pendidikan lulusan perguruan tinggi 22,5 persen, SMA 58 persen, SMP 10,5 persen dan lulusan SD sembilan persen.
"Sedangkan kategori tingkat penghasilan responden meliputi rendah 32 persen, bawah 23,25 persen, menengah atas 38,25 persen dan atas 6,5 persen," katanya.
Berdasarkan hasil survei ini, elektabilitas pasangan calon nomor urut 1 Dani Ramdan-Romli HM sebesar 41,75 persen. Pasangan nomor urut 2 BN Holik-Faizal Hafan Farid 19,5 persen dan pasangan nomor urut 3 Ade Kuswara-Asep Surya Atmaja 24,75 persen. Wahyu mengaku elektabilitas pasangan Dani-Romli tinggi karena dianggap sebagai petahana yang telah terbukti secara kinerja, menandakan bahwa masyarakat puas dengan kinerja pemerintah daerah.
"Hasil survei cukup tinggi, unggul dibanding dua pasangan lain," ucap Wahyu.
Namun elektabilitas ini dapat berubah lantaran tinggi karakteristik pemilih untuk berpaling. Pemilih dapat dengan mudah mengubah pilihan akibat beberapa hal dan yang tertinggi adalah faktor pemberian uang, barang maupun jasa.
"Kami tidak secara spesifik menanyakan bentuk uang atau barang dan jasa yang dimaksud, termasuk tentang serangan fajar. Tapi, berdasarkan hasil survei kami, perubahan itu dapat terjadi pada seminggu terakhir hingga hari H pencoblosan," katanya.
Wahyu menyatakan perubahan pilihan akibat uang itu juga terjadi di daerah lain hanya tingkat persentase tidak setinggi di Kabupaten Bekasi. Paling tinggi hanya terjadi di Majalengka dengan 17,9 persen serta Cirebon sebesar 16,99 persen.
"Karakteristik di Bekasi hampir sama seperti yang kami survei juga di sekitar Sulawesi di mana tingkat perubahannya cukup tinggi. Tentu ini menjadi atensi kita semua," ucap dia.