Kamis 31 Oct 2024 00:05 WIB

Adakah Uang Kerugian Negara Mengalir ke Tom Lembong? Ini Penjelasan Kejagung

Kerugiaan negara akibat perizinan impor gular diprediksi mencapai Rp 400 miliar.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Perdagangan tahun 2015-2016 Thomas Lembong dibawa menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (29/10/2024). Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong menjadi tersangka dugaan korupsi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ia menjadi tersangka bersama Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 2015-2016 berinisial CS.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menteri Perdagangan tahun 2015-2016 Thomas Lembong dibawa menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (29/10/2024). Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong menjadi tersangka dugaan korupsi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ia menjadi tersangka bersama Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 2015-2016 berinisial CS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kasus korupsi dalam perizinan impor gula yang menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong sebagai tersangka terkait dengan kerugian negara.

Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum menemukan adanya bukti, maupun temuan lain terkait dengan penerimaan uang yang diberikan swasta importir gula kepada Tom Lembong. Namun begitu, tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan mendalami terkait berapa hasil korupsi impor gula yang ‘dimakan’ Tom Lembong.

Baca Juga

“Kasus ini, kan terkait dengan kerugian keuangan negara. Dan sudah disampaikan, bahwa ini akan terus dihitung pastinya (berapa) besarannya,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Harli Siregar di Jakarta, Rabu (30/10/2024).

Sementara ini, dari hasil penghitungan tim penyidik, perizinan impor gula yang diterbitkan Tom Lembong saat menjabat sebagai mendag pada 2015-2016, merugikan keuangan negara sebesar Rp 400 miliar. Dari jumlah tersebut, kata Harli, belum ada bukti dari penyidikan yang mengalir ke kantong Tom Lembong.

“Terkait itu (yang diterima Tom Lembong), nantinya sangat tergantung dari keterangan-keterangan yang akan dilakukan,” kata Harli.

Tetapi kata Harli dari konstruksi kasusnya, penyidik akan menelusuri apakah perusahaan-perusahaan yang diuntungkan dari penerbitan izin impor gula tersebut, ada mengalirkan labanya ke Tom Lembong. “Nah, dari situ nanti akan diketahui aliran dananya terhadap siapa saja. Karena kalau kita lihatkan, tersangkanya (Tom Lembong) sebagai regulator bersama-sama dengan yang dari PPI (inisial CS), dan perusahaan-perusahaan itu,” kata Harli.

Namun kata Harli, memang belum diketahui oleh penyidik tentang aliran dana ke Tom Lembong tersebut. “Mengenai aliran dana ini, akan didalami juga,” ujar Harli.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menjebloskan Tom Lembong ke sel tahanan di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Penyidik Jampidsus menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka, bersama dengan inisial CS yang diketahui sebagai direktur pengembangan bisnis PT PPI.

Kejakgung menetapkan inisial Tom Lembong sebagai tersangka terkait perannya, selaku mantan Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016. Jampidsus menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2016

"Pada hari ini Selasa 29 Oktober 2024 penyidik pada Jampidsus menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi bukti tindak pidana korupsi terkait dengan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2015-2023," kata Qohar di Kejakgung, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

Adapun kedua tersangka adalah TTL selaku menteri perdagangan 2015 sampai dengan 2016. Kemudian yang kedua, tersangka atas nama CS selaku dir pengembangan bisnis PT PPI 2015 2016," sambung Qohar. Dia menerangkan kedua tersangka ditahan sejak peningkatan status tersangka, Selasa (29/10/2024). Kasus importasi gula ini, dikatakan merugikan negara Rp 400 miliar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement