Senin 02 Dec 2024 11:09 WIB

Perlindungan Bagi Netanyahu dan Gallant dari ICC Dinilai Cermin Rasisme Ekstrem

Fattouh mengkritik upaya beberapa negara untuk melindungi penjahat perang Israel

Netanyahu dan Yoav Gallant
Foto: Republika
Netanyahu dan Yoav Gallant

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL --- Dewan Nasional Palestina (PNC) pada Sabtu (30/11) mengutuk upaya untuk memberikan kekebalan diplomatik kepada penjahat perang Israel.

Dalam sebuah pernyataan, Presiden PNC Rawhi Fattouh mengecam pembantaian mengerikan penjajah yang merenggut nyawa lebih dari 100 syuhada di Beit Lahia, Gaza utara.

Baca Juga

Dia menyerukan perlunya intervensi internasional segera untuk menyelamatkan dua juta orang dari kelaparan dan pembersihan etnis.

Fattouh mengkritik upaya beberapa negara untuk melindungi penjahat perang Israel setelah keputusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Fattouh menggambarkannya sebagai cermin rasisme ekstrem dan dukungan untuk sistem apartheid yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tindakan-tindakan tersebut, ujar dia, hanya membuat pendudukan semakin berani untuk terus melakukan blokade dan kejahatannya.Pada Jumat (29/11), 100 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Jabalia dan Beit Lahia, menurut sumber-sumber Palestina.

Perdana Menteri Prancis Michel Barnier, saat berpidato di hadapan majelis umum parlemen, merujuk pada surat perintah penangkapan ICC yang dikeluarkan untuk pemimpin Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala otoritas pertahanan Yoav Gallant.

Barnier menekankan bahwa Statuta Roma mengamanatkan kerja sama penuh dengan ICC tetapi juga menetapkan bahwa tidak ada tindakan yang boleh bertentangan dengan hukum internasional mengenai kekebalan negara-negara yang bukan pihak ICC.

Paris mengklaim bahwa Benjamin Netanyahu memiliki kekebalan dari surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh pengadilan tersebut atas kejahatan perang. Paris berdalih jika Israel dimana Netanyahu tinggal, yang dilaporkan bertanggungjawab atas kematian lebih dari 44 ribu warga Gaza, zionis bukan anggota ICC.

Klaim tersebut muncul segera setelah kabinet Netanyahu menyetujui gencatan senjata yang didukung Prancis di Lebanon. Pernyataan tersebut bertentangan dengan sikap Paris terhadap surat perintah penangkapan kejahatan perang ICC tahun lalu yang dikeluarkan terhadap Vladimir Putin, pemimpin lain dari negara non-anggota.

Setelah pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, pada Jumat, Prancis awalnya mengisyaratkan bahwa mereka akan memenuhi kewajibannya sebagai penanda tangan statuta Roma, dokumen pendirian ICC, jika salah satu dari mereka mengunjungi negara tersebut.

Pada Rabu, Kementerian Luar Negeri Prancis tampak mengubah nadanya dan mengklaim Netanyahu memiliki kekebalan karena Israel bukan penanda tangan statuta tersebut. "Suatu negara tidak dapat dianggap bertindak dengan cara yang tidak sesuai dengan kewajibannya dalam hal hukum internasional sehubungan dengan kekebalan yang diberikan kepada negara-negara yang bukan pihak ICC," kata pernyataan Prancis tersebut.

"Kekebalan semacam itu berlaku bagi Perdana Menteri Netanyahu dan menteri lain yang bersangkutan, dan harus dipertimbangkan jika ICC meminta kami untuk menangkap dan menyerahkan mereka.”

 

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement