Kamis 12 Dec 2024 12:31 WIB

Meninggalkan dan Ingkar Terhadap Kewajiban Sholat Lima Waktu, Apakah Murtad?

Ulama sepakat batas kafirnya seseorang ketika meninggalkan sambil mengingkari sholat.

Umat Islam menunaikan sholat Idul Adha di Rabat, Maroko, Senin (17/6/2024).
Foto: AP Photo
Umat Islam menunaikan sholat Idul Adha di Rabat, Maroko, Senin (17/6/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, Agama Islam mewajibkan pemeluknya untuk melaksanakan sholat wajib lima waktu. Sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW mengerjakan sholat Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib dan Isya.

Jika ada seorang Muslim yang meninggalkan sholat wajib lima waktu apakah termasuk murtad?  KH Ahmad Sarwat Lc melalui laman Rumah Fiqih, menjelaskan seorang Muslim yang secara sengaja meninggalkan sholat fardhu lima waktu, dengan disertai keyakinan bahwa sholat itu tidak wajib atasnya, maka dia termasuk orang yang murtad dari agama Islam.

Baca Juga

Dalam istilah fiqih, orang yang mengingkari kewajiban sholat fardhu lima waktu disebut jahidus-shalah (جاحد الصلاة).

Jumhur ulama umumnya sepakat berpendapat bahwa batas kafirnya adalah ketika seseorang meninggalkan sholat sambil mengingkari kewajiban sholat lima waktu, dan bukan sekadar meninggalkan sholat karena lalai (تهاونا) atau malas (تكاسلا). Dalam bahasa fiqih disebut dengan jahidu ash-shalah (جاحد الصلاة).

Itupun tidak otomatis kafir, tetapi harus dilihat terlebih dahulu, apakah orang itu baru saja masuk Islam, atau dia tumbuh di lingkungan yang sama sekali jahil dari agama, sehingga muncul di dalam pemahamannya bahwa sholat itu bukan sebuah kewajiban.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.

(QS. Hud ayat 88)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement