Selasa 24 Dec 2024 09:27 WIB

Darurat Reformasi Penyelamatan Polri, dari Pembunuhan hingga Pemerasan DWP

Diperlukan langkah segera untuk melakukan reformasi di tubuh Polri

Ilustrasi Mabes Polri. Diperlukan langkah segera untuk melakukan reformasi di tubuh Polri
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Mabes Polri. Diperlukan langkah segera untuk melakukan reformasi di tubuh Polri

Oleh : Dr I Wayan Sudirta, SH, MH, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Gelombang kritik terhadap kinerja Pemerintah ternyata kini mulai berdatangan. Beberapa pernyataan yang terkesan blunder maupun salah tindakan mulai viral atau menarik keprihatinan masyarakat.

Mulai dari permasalahan praktik di Pilkada, lemahnya pengawasan di ruang siber, penembakan dan pembunuhan oleh Polisi, pemaafan koruptor, hingga terakhir pemerasan oleh Polisi di acara Djakarta Warehouse Project (DWP).

Baca Juga

Kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini membuat citra Pemerintah menurun terutama di pengujung 2024. Tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap dunia penegakan hukum telah mengalami penurunan atau bahkan rusak. Hal ini tentu mengganggu citra Pemerintah, stabilitas keamanan dan hukum, serta sektor-sektor lainnya sebagai dampak nyata.

Apa yang dikatakan tersebut di atas bukan tanpa alasan. Permasalahan yang terjadi dalam kasus DWP pada pertengahan Desember lalu, dinilai sebagian pihak bukan hanya merusak nama institusi Polri namun juga reputasi Pemerintah maupun bangsa dan negara secara keseluruhan.

Bagaimanapun tidak terelakkan bahwa apa yang dilakukan 18 oknum Polisi pada Warga Negara Malaysia tersebut merupakan hal yang sangat memalukan bagi bangsa Indonesia yang menyatakan diri sebagai negara hukum dan beradab.

Sektor Pariwisata misalnya menjadi salah satu yang paling terdampak. Terlihat sepele, namun tingkat kepercayaan internasional terhadap penegakan hukum di Indonesia yang penuh dengan citra buruk, semakin nyata menurun.

Media sosial menjadi bukti nyata bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Polri menurun atau masyarakat ragu akan keseriusan Kapolri dalam mereformasi diri dan mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat.

Pada perkara atau kasus sebelumnya yang menimbulkan kegaduhan, seperti ungkapan no viral no justice atau kekerasan oleh aparat, seolah tidak terdapat tindakan nyata untuk mengubah Polri. Janji-janji dan instruksi Kapolri kepada seluruh jajarannya seolah hanya sebuah gimmick atau gestur kosong untuk mengalihkan perhatian dan kemarahan masyarakat sementara.

Tagline “Presisi” Polri yang mengandung makna “Strive for excellence” dan kemampuan Polri yang semakin meningkat malah banyak menjadi guyonan dan plesetan di media sosial.

BACA JUGA: Terungkap Agenda Penghancuran Sistematis Gaza Hingga tak Dapat Dihuni dan Peran Inggris

Kasus DWP tersebut harus menjadi perhatian besar kita semua. Apalagi ini mencerminkan kegagalan Polri dalam mengawasi jajarannya. Namun jika kita mendalami permasalahan yang terjadi, hal ini sebenarnya bukan hal baru.

Pemerasan atau pungutan liar dalam penanganan perkara di Polri sebenarnya adalah rahasia umum. Untuk dapat memperlancar keinginan dari para pihak, diperlukan biaya atau lebih dikenal upeti atau mahar. Hal ini harus diakui merupakan hal yang sudah banyak beredar dan diketahui oleh masyarakat, terutama yang pernah terlibat dalam mafia hukum.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement