REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kasus penyalahgunaan senjata api dalam dua pekan terakhir telah menjadi sorotan berbagai pihak.Kasus polisi tembak polisi yang terjadi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat telah menewaskan satu orang bernama Ryanto Ulil Anshar yang berpangkat Kompol, merupakan salah satu contoh penyalahgunaan senjata api.
Penembakan dilakukan oleh AKP Dadang Iskandar sebagai anggota aktif Polri, sehingga berujung dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Selain kasus tersebut, kasus penembakan atau penyalahgunaan senjata api juga dilakukan oleh oknum polisi berinisial R berpangkat Aipda. Oknum polisi itu menembak mati seorang siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, berinisial GRO yang dikenal sebagai anggota paskibraka berprestasi
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala mengatakan bahwa kemungkinan sangat terbuka bagi polisi untuk menyalahgunakan senjata api dalam menjalankan tugas penegakan hukum atau beraktivitas sehari-hari.
Menurut dia, dengan banyaknya jumlah personel polisi yang ada di Indonesia, maka tindakan menyalahgunakan wewenang merupakan hal yang bisa saja terjadi.
"Begini, anggota polisi yang bersenjata mencapai 200 ribu orang se-Indonesia. Kalau kemudian ada kasus dengan jumlah dua jari tangan (dua kasus), masak heboh? Tidak mungkin juga semua polisi itu bener semua," kata Adrianus kepada Antara di Jakarta, Senin, guna menanggapi dua kasus penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh oknum polisi dalam dua pekan terakhir.
Ia membeberkan, jika ada tindakan satu atau dua oknum yang menyalahgunakan senjata api, maka itu merupakan hal yang sangat bisa terjadi. Sehingga, kata ia, tidak sertamerta yang bersalah adalah institusinya.
Sepengetahuan mantan komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu, Polri telah melakukan banyak langkah untuk mencegah senjata dipegang oleh orang yang salah melalui sejumlah tes.
"Ada tes awal, tes berkala atau pun tes insidental (ketika mau ikut operasi atau mau sekolah) adalah beberapa langkah," ujar dosen di Departemen Kriminologi UI tersebut.
Selain itu, pengawasan dari masing-masing pemimpin satuan terhadap anggota yang diberi hak bersenjata api juga telah dilakukan. "Demikian juga para pimpinan satuan diminta menyadari (aware) dan sensitif jika anggotanya melakukan tindakan yang tidak sesuai prosedur," ujar dia.