REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 masih terus menuai polemik di publik. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan memastikan, kebijakan tersebut tidak berlaku untuk barang-barang yang terkait ketahanan/swasembada pangan.
"Seluruh produk pangan tidak ada kenaikan apa pun yang di dalam negeri. Titik," kata Zulhas, sapaan populer Zulkifli Hasan, saat jumpa pers selepas rapat terbatas ketahanan pangan di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/12/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Zulhas juga memastikan kebijakan PPN 12 persen tidak berlaku pada barang-barang yang terkait ketahanan pangan, antara lain pupuk, benih, dan penyubur (fertilizer). "Tidak ada kenaikan PPN apapun, khusus semua pangan di dalam negeri. Semua pangan di dalam negeri tidak ada (kenaikan)," ujar Menko Pangan.
Pemerintah resmi menetapkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat jumpa pers pada 16 Desember di Jakarta mengatakan penetapan PPN 12 persen itu sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Terlepas dari kebijakan itu, Airlangga menyebut pemerintah bakal membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting), di antaranya beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan gula pasir.