Selasa 07 Jan 2025 14:20 WIB

Ambang Batas Presiden Dihapus MK, Mungkinkah Muncul Lagi di DPR? Ini Kata Yusril

Yusril memastikan akan ada perubahan di dalam UU tentang Pemilu.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Kemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra
Foto: Antara/Rangga Pandu Asmara Jingga
Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Kemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan bakal ada perubahan terhadap Pasal 222 UU No. 17 Tahun 2017 tentang presidential threshold. Perubahan ini diperlukan setelah dibatalkan pasal ambang batas dalam UU Pemilu itu oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Yusril menyebut saat ini menteri-menteri terkait masih membahas bagaimana perubahan terhadap pasal terkait presidential threshold akan dilaksanakan.  "Dan ini bisa muncul sebagai inisiatif dari pemerintah, bisa juga muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat," kata Yusril dalam keterangan pers pada Selasa (7/1/2025).

Baca Juga

Yusril melanjutkan pemerintah dan DPR akan mendengar semua masukan dan pertimbangan yang disampaikan semua pihak. Termasuk dari partai politik peserta pemilu dan partai politik non peserta pemilu, para akademisi, hingga tokoh-tokoh masyarakat.

"Bagaimana sebaiknya kita merumuskan satu norma baru pengganti pasal 222 UU Pemilu dengan rumusan-rumusan yang sesuai dengan perkembangan zaman ke depan dan pula sesuai dengan lima rekayasa konstitusional atau "constitutional engineering" dalam pertimbangan hukum putusan MK," kata Yusril.

Yusril menyebut presidential threshold sejatinya memang tidak ada dan tidak mungkin akan ada. Ini jika menggunakan tafsir tematik dan sistematik dengan cara menghubungkan pasal-pasal pemilu dalam Pasal 22E UUD 45 dan pasal pengaturan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A.

Tetapi, Yusril menyebut disitulah ada rekayasa konstitusional yang dilakukan pembentuk undang-undang untuk membatasi capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu. Rekayasa itu sebelumnya dibenarkan MK dengan alasan untuk 'memperkuat sistem presidensial'. Namun Putusan MK No 62/PUU-XII/2024 justru mengubah pendirian MK selama ini.

"Setelah 32 kali diuji, baru pada pengujian yang ke 33 MK mengabulkannya". Jadi ada 'qaul qadim' atau pendapat lama dan 'qaul jadid' atau pendapat baru di MK," kata Yusril.

Mungkinkah DPR masukkan lagi ambang batas? 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement