REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permohonan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jayapura Nomor Urut 3, Boy Markus Dawir dan Dipo Wibowo membuat heran Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani. Pasalnya, penggugat memohonkan diskualifikasi pasangan calon yang bukan peraih suara terbanyak pada Pilkada Jayapura 2024.
“Ini model baru barangkali selama sengketa pilkada di MK: ada pasangan calon yang tidak menang, tetapi minta didiskualifikasi,” kata Arsul Sani dalam sidang pemeriksaan pendahuluan panel 2 di Gedung II MK, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Pemohon meminta MK membatalkan pencalonan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jayapura Nomor Urut 2 Jony Banua Rouw dan Muh. Darwis Massi. Adapun pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak ialah nomor urut 4 Abisai Rollo dan Rustan Sarru.
“[Pasangan calon] nomor urut 2 kan bukan pemenang, kenapa?,” tanya Arsul.
Kuasa hukum Boy-Dipo, Achmad Jaenuri, menyebut permohonan tersebut merupakan bagian dari strategi kliennya untuk memenangkan pemilihan wali kota dan wakil wali kota Jayapura.
“Karena terjadi kecurangan yang sangat masif yang dilakukan oleh [pasangan calon nomor urut] 2 dan kebetulan [nomor urut] 2 ini basis massanya beririsan dengan kami sebagai [pasangan calon nomor urut] 3,” kata Achmad.
Pihak Boy-Dipo mendalilkan bahwa pasangan Jony-Darwis melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dengan memberikan dan menjanjikan barang menggunakan program pemerintah yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Pasangan Jony-Darwis diduga menggunakan program Bantuan Stimulan Pembangunan Swadaya (BSPS) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Menurut pemohon, Jony-Darwis mendaku/klaim BSPS sebagai program pribadinya sehingga menciptakan opini bahwa mereka mampu mengatur APBN untuk kepentingan pribadi.