REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi Z menilai pemerintah tidak banyak melibatkan generasi muda dalam pembuatan kebijakan dan aksi iklim. Dalam laporan "Persepsi Generasi Z Jakarta terhadap Keadilan Iklim", Climate Ranger menemukan 62,4 persen responden merasa partisipasi mereka dalam perencanaan iklim belum sepenuhnya diperhitungkan.
Dwi Tamara, perwakilan tim peneliti Climate Rangers, mengungkapkan pelibatan generasi muda dalam kebijakan dan aksi iklim saat ini masih berada pada tingkat tokenisme. Dalam penjelasannya, Dwi mengacu pada teori Sherry R Arnstein yang mengklasifikasikan tingkat partisipasi dalam perencanaan menjadi beberapa kategori, mulai dari tidak adanya partisipasi atau non-participation, tokenisme, hingga adanya kendali dari masyarakat atau citizen control.
"Di tingkat paling bawah, generasi muda tidak dilibatkan sama sekali. Sementara itu, di tingkat tokenisme, mereka hanya dilibatkan sebagian, tanpa aspirasi mereka dipertimbangkan secara penuh," jelas Dwi dalam diseminasi laporan Persepsi Generasi Z Jakarta terhadap Keadilan Iklim, Selasa (18/2/2025).
Dwi menambahkan, meskipun hasil penelitian menunjukkan pelibatan generasi muda tidak berada di tingkat terendah, yaitu non-participation, tetapi masih ada banyak ruang untuk perbaikan.
"Ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah untuk lebih melibatkan generasi muda dalam perencanaan kebijakan iklim," ujarnya.
Dwi menjelaskan, 87,7 persen responden merasa kebijakan pemerintah terkait aksi iklim belum cukup ambisius dan adil.
"Kami juga menanyakan kepada generasi muda tentang penyebab kurangnya ambisi dan keadilan dalam pelaksanaan aksi iklim. Hasilnya menunjukkan kurangnya kesadaran dan kapasitas sumber daya manusia menjadi faktor utama," tambahnya.
Dwi berharap dengan adanya temuan ini, pemerintah dapat lebih memperhatikan suara generasi muda dan meningkatkan partisipasi mereka dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan iklim di masa depan.
"Generasi muda memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam aksi iklim, dan penting bagi pemerintah untuk mendengarkan aspirasi mereka," kata Dwi.
Dengan demikian, pelibatan generasi muda dalam kebijakan dan aksi iklim diharapkan dapat meningkat, menuju tingkat partisipasi yang lebih tinggi dan lebih bermakna.
Penelitian Climate Change menemukan mayoritas responden menganggap derajat pelibatan orang muda dalam upaya pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim masih bersifat tokenisme 62,4 persen.
Derajat partisipasi ini didasarkan pada kerangka tangga partisipasi warga negara, di mana non-partisipasi menandakan tidak adanya partisipasi, tokenisme berarti ada partisipasi, tetapi tanpa memiliki pengaruh yang signifikan, serta kontrol masyarakat sebagai derajat tertinggi.
Penelitian ini menemukan lebih besar porsi responden laki-laki yang menilai tingkat pelibatan orang muda selama ini sudah mencapai derajat tertinggi 33,5 persen ketimbang perempuan 26,1 persen.
Responden di Kota Jakarta Utara menilai derajat pelibatan orang muda paling rendah dibandingkan domisili lainnya. Tingkat pendidikan terakhir tidak berpengaruh signifikan terhadap penilaian atas derajat partisipasi orang muda.
Responden sarjana dan tidak tamat SD sama-sama mengakui tingkat pelibatan orang muda yang sangat rendah, relatif sama dengan responden dengan status pendidikan lainnya.
Meskipun sudah masuk dalam kategori dewasa, persentase kelompok usia 18 tahun, persentase responden yang menganggap pelibatan orang muda selama ini bersifat non-partisipatif hampir sama dengan kelompok usia 13-15 tahun, yang masuk kategori anak.
Responden yang tinggal di pesisir yang paling tinggi menilai pelibatan generasi muda pada kebijakan dan aksi iklim masih rendah.