Jumat 28 Feb 2025 22:33 WIB

Hasil Rekonstruksi, Darso Dipukul Polisi Sampai Terjengkang dan Diancam akan Ditembak

Darso ditampar dan dipukul di bagian perut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Rekonstruksi pembunuhan Darso, warga Kota Semarang yang meninggal dunia setelah diduga dipukuli dan dianiaya enam polisi.
Foto: Istimewa
Rekonstruksi pembunuhan Darso, warga Kota Semarang yang meninggal dunia setelah diduga dipukuli dan dianiaya enam polisi.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Rekonstruksi kasus kematian Darso, warga Kota Semarang yang meninggal dunia setelah diduga dianiaya dan dipukuli enam polisi anggota Satlantas Polresta Yogyakarta selesai digelar. Dalam rekontruksi yang digelar Polda Jawa Tengah (Jateng), Jumat (28/2/2025) itu terungkap beberapa fakta baru, salah satunya polisi memukul Darso sampai terjangkang.

Dalam kasus ini, Polda Jateng diketahui telah menetapkan satu tersangka dalam kasus tersebut, yakni AKP Hariyadi. Rekonstruksi digelar di dua tempat. Pertama yakni di rumah almarhum Darso di Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Tempat kedua yaitu di tepi Jalan Purwosari, tempat Darso diduga dianiaya dan dipukuli.

Baca Juga

Dalam rekonstruksi, tim penyidik Ditreskrimum Polda Jateng tidak hanya menghadirkan Hariyadi sebagai tersangka, tapi juga lima anak buahnya yang masih berstatus sebagai saksi. Mereka adalah Iswadi, Abdul Mutholib, Taufik, Nanang, dan Triyanto.

Rekonstruksi dimulai dengan kedatangan mereka berenam ke kediaman Darso yang terjadi pada 21 September 2024, sekitar pukul 09:00 WIB. Hariyadi bersama Iswadi adalah yang menemui istri Darso, yakni Poniyem.

Menurut keterangan yang sempat dirilis Polresta Yogyakarta, kedatangan anggota mereka ke kediaman Darso adalah untuk menyampaikan surat undangan klarifikasi perihal kecelakaan lalu lintas di Danurejan, Yogyakarta, pada 12 Juli 2024. Dalam kecelakaan itu, Darso, yang mengendarai mobil rental, menabrak seorang pengendara motor bernama Tutik Wiyanti.

Kasus kecelakaan tersebut belum tuntas, tapi Darso kembali ke Semarang. Menurut keterangan Antoni Yudha Timor selaku kuasa hukum keluarga almarhum, Darso sempat pergi ke Jakarta untuk mencari uang, tapi nihil hasil. Dia pun kembali ke Semarang. Enam anggota Satlantas Polresta Yogyakarta bisa mengetahui kediaman Darso karena pascakecelakaan dengan Tutik, dia sempat meninggalkan KTP.

Dalam rekonstruksi, karena tak menaruh kecurigaan apa pun pada Hariyadi dan Iswadi, Poniyem akhirnya membangunkan suaminya yang sedang tidur di kamar. Darso kemudian menemui Hariyadi dan Iswadi di depan rumahnya.

Tak lama berselang, Hariyadi dan Iswadi mengajak Darso ke mobil mereka. Darso diminta menunjukkan mobil sewaan yang dikendarainya ketika terlibat kecelakaan di Yogyakarta. Mereka selanjutnya berencana pergi ke tempat rental mobil. 

Dalam keterangan kepada media beberapa waktu lalu, Poniyem sempat menyampaikan suaminya diajak pergi anggota Satlantas Yogyakarta tanpa sepengetahuannya. Poniyem bahkan tak mengetahui tamu yang mendatangi rumahnya dan mencari suaminya adalah polisi.

Kembali ke rekonstruksi, dalam perjalanan seusai menjemput Darso, mobil yang ditumpangi keenam anggota Satlantas Yogyakarta tersebut berhenti di tepi Jalan Purwosari. Lokasinya tak jauh dari kediaman Darso.

Mereka berhenti untuk buang air kecil. Namun Darso juga ikut turun. Dalam momen itu, Hariyadi menginterogasi Darso perihal insiden kecelakaan yang melibatkannya di Yogyakarta pada Juli 2024. Tak hanya menginterogasi, Hariyadi, yang sebelumnya menjabat Kanit Gakkum Polresta Yogyakarta, turut menganiaya Darso.

"Di luar dugaan saya, Pak Hariyadi menampar Pak Darso menggunakan sandal jepit, lalu memukul dengan kedua tangan menggenggam hingga terjengkang, dan memukul perut bagian bawah," kata Triyanto, anak buah Hariyadi yang berstatus sebagai saksi.

Menurut Triyanto, Hariyadi melakukan pemukulan karena tak puas dengan jawaban Darso perihal mobil yang dikendarainya ketika mengalami kecelakaan di Yogyakarta. "Pak Darso bilang 'mengko tak terke' (nanti saya antarkan) ke Yogyakarta bersama temannya bernama Toni, dan Feri," ungkap Triyanto menirukan pernyataan Darso.

"So aja mlayu, So, nek mlayu tak bedil (So jangan lari, So, kalau lari saya tembak," kata Triyanto menirukan ancaman yang dilayangkan Hariyadi kepada Darso.

Setelah dianiaya dan dipukul oleh Hariyadi, napas Darso mulai tersengal-sengal. Keluarga mengatakan, Darso memang mempunyai penyakit jantung. Darso, yang berusia 43 tahun, juga sudah menjalani pemasangan ring jantung.

Pascadipukuli, Darso sempat meminta pulang untuk mengambil obatnya. Namun Hariyadi tak mengabulkan permintaan tersebut. Ketika melihat kondisi Darso serius, Hariyadi bersama lima anak buahnya memutuskan membawa Darso ke Rumah Sakit (RS) Permata Medika Kota Semarang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement