REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sebanyak 1.291 pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex tidak akan memperoleh Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Hal itu karena akun BPJS Ketenagakerjaan mereka dinonaktifkan manajemen Sritex.
"Bahwa sejak dinyatakan pailit pada tanggal 21 Oktober 2024 sampai dengan 26 Februari 2025, tercatat dalam data resmi BPJS Ketenagakerjaan Surakarta sejumlah 1.291 karyawan PT Sri Rejeki Isman telah mengundurkan diri dan akun BPJS Ketenagakerjaan-nya dinonaktifkan manajemen Sritex, hal ini berakibat bahwa karyawan tersebut kehilangan JKP," kata anggota Tim Kurator Sritex, Denny Ardiansyah, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (7/3/2025).
Denny menambahkan, akibat penonaktifan akun BPJS Ketenagakerjaan, para pekerja Sritex terkait, tidak terinformasi untuk mendaftarkan tagihan pesangonnya kepada tim kurator. "Namun saat ini tim kurator sudah menginformasikan kepada ketua serikat pekerja di PT Sritex (Pak Widodo) untuk dapat memitigasi karyawan yang mengundurkan diri agar mengajukan tagihannya kepada tim kurator," ucapnya.
Dalam keterangan tertulisnya, Denny juga memaparkan tentang alasan tim kurator melakukan PHK terhadap para pekerja Sritex. Dia mengungkapkan, pada 26 Februari 2025 atau dua hari sebelum Sritex dinyatakan insolvent alias bangkrut, tim kurator mem-PHK para pekerja di Sritex dan tiga anak perusahaannya.
Detail jumlah PHK yakni PT Sritex (8.504 pekerja), PT Primayudha Mandirijaya (961 pekerja), PT Sinar Pantja Djaja (40 pekerja), dan PT Bitratex Industries (104 pekerja). Denny mengatakan, terdapat sejumlah pertimbangan mengapa tim kurator melakukan PHK.
"(Alasan) pertama, sudah terlalu banyak karyawan yang mengundurkan diri tanpa kejelasan dan kehilangan hak-haknya sebagai kreditur preferen dalam kepailitan," ujar Denny.
Dia menambahkan, secara cash flow, Sritex juga terus mengalami kerugian. Menurut Denny, Sritex tidak mempunyai kemampuan untuk membayar THR para pegawai apabila PHK dilakukan selepas Februari.
"Misal bulan Maret baru dilakukan PHK, maka karyawan akan semakin tak terjamin secara penghasilan/gaji serta JHT-nya akan cair di bulan April. Hal ini akan mengakibatkan kondisi sosial ekonomi yang sangat berat bagi para karyawan," ucapnya.
Denny mengungkapkan, sejak 2020-2024, Sritex selaku debitur pailit sudah tidak memiliki kemampuan untuk membayarkan THR secara utuh. THR kepada pegawai harus diangsur selama empat atau lima bulan. Apalagi saat ini Sritex sudah dinyatakan pailit dan insolvent.
Denny menekankan, tim kurator berkomitmen membayarkan gaji beserta hak-hak pekerja lainnya, termasuk uang lembur, yang belum terbayarkan pada rentang 2024 hingga Februari 2025.
"Hal ini dibuktikan dengan dibayarkannya gaji karyawan pada 28 Februari 2025 sejumlah 5.074 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk dengan nilai Rp23.145.825.300. Untuk sisa karyawan sejumlah 3.000 orang di level manajemen staf akan dibayarkan secara bertahap di bulan Maret," katanya.
Dia mengungkapkan, tim kuarator juga telah mengalokasikan dana sebesar Rp7,09 miliar untuk membayar hak-hak pekerja di tiga anak perusahaan Sritex yang belum dilunasi pada rentang 2024 hingga Februari 2025. Denny menyebut, hak mereka telah dibayarkan pada 4-6 Maret 2025.
"Secara kalkulasi gaji yang diterima karyawan saat ini pasca PHK terdapat pendapatan lebih hampir mencapai 50 persen dari gaji bulanan yang biasanya diterima," ujar Denny.