Senin 10 Mar 2025 08:45 WIB
Gelora Rasa Ramadhan

Belajar dan Berpraktik Gastro-Storytelling di Kawasan Kranggan Yogyakarta

Tanti mengungkapkan bahwa gastronomi itu tingkatannya lebih tinggi daripada kuliner.

Rep: Zahra Yumna Nasriyani/ Red: Fernan Rahadi
Co-founder Dje Djak Rasa, Annisa Rizki Astanti terlihat memberikan penjelasan kepada para peserta Akademi Rasa Kelas Gastro-Storytelling #Vol.5 di Kantor Nutrihub Jogja, Ahad (9/3/2025). Akademi Rasa merupakan bagian dari event Gelora Rasa Ramadhan 2025 yang digelar Dje Djak Rasa berkolaborasi dengan Republika.
Foto: Zahra Yumna Nasriyani
Co-founder Dje Djak Rasa, Annisa Rizki Astanti terlihat memberikan penjelasan kepada para peserta Akademi Rasa Kelas Gastro-Storytelling #Vol.5 di Kantor Nutrihub Jogja, Ahad (9/3/2025). Akademi Rasa merupakan bagian dari event Gelora Rasa Ramadhan 2025 yang digelar Dje Djak Rasa berkolaborasi dengan Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Akademi Rasa Kelas Gastro-Storytelling #Vol.5 sukses digelar di kawasan Kranggan Yogyakarta, Ahad (9/3/2025). Acara ini merupakan rangkaian event Gelora Rasa Ramadhan 2025 yang digelar Dje Djak Rasa berkolaborasi dengan Republika. Acara ini diikuti oleh 14 orang dan dua storyteller dari Dje Djak Rasa serta pemateri dari Budi Mulia Dua Culinary School.

Rangkaian acara Akademi Rasa Kelas Gastro-Storytelling #Vol.5 ini meliputi dua sesi yaitu materi kelas serta mentoring langsung dari penutur rasa Dje Djak Rasa di Kantor Nutrihub Jogja dan praktik Gastro-Storytelling langsung di destinasi Telusur Rasa, yakni sekitar Pasar Kranggan. Materi kelas Gastro-Storytelling yang disampaikan langsung oleh co-founder Dje Djak Rasa, Annisa Rizki Astanti.

Materi pertama tentang storytelling disampaikan oleh penutur rasa yang kerap dipanggil Tanti tersebut. "Bercerita nggak hanya sekadar cerita. Ada banyak hal yang harus disusun, ada emosi yang harus diatur, serta banyak juga gimmick yang harus didesain. Jadi nggak bisa sembarangan bercerita," katanya.

Tanti melanjutkan bahwa bercerita itu tidak terlihat semudah kelihatannya, melainkan harus disesuaikan dengan hal-hal yang sifatnya emosional. Karena hal-hal seperti itu bisa menghidupkan cerita.

"Storytelling kekuatannya adalah teman-teman bisa mengarahkan fokus pendengarnya," ucap Tanti.

Ia mencontohkan misalnya fokus cerita mengenai sejarah maka yang harus dilakukan adalah terus-menerus menjelaskan tentang sejarah. Sedangkan jika bersifat entertainment maka fokus kepada penjelasannya adalah fun fact tentang materi tersebut. Tanti memberikan contoh pada tahun politik 2024 lalu di mana narasi-narasi yang disampaikan dapat menarik atensi pendengarnya seperti halnya storytelling yang bisa mempengaruhi seseorang.

Dalam KBBI, gastronomi mempunyai makna seni menyiapkan hidangan yang lezat. Meskipun demikian gastronomi juga perlu dipahami sebagai ilmu yang berhubungan dengan seni, filosofi, sosial budaya hingga antropologi suatu makanan. 

Pentingnya riset dalam storytelling khususnya gastro-storytelling yakni riset tentang sejarah dan tokoh. "Teman-teman harus memahami kerangka berpikir storytelling terlebih dahulu. Apa saja yang diatur, apa yang harus ditaruh dan diceritakan itu harus tahu. Dalam kelas ini kita akan bercerita tentang konteks makanan," kata Tanti.

Tanti menjelaskan tentang rasa, tekstur, sensasi di dalam konteks makanan, "Pedas itu sensasi, bukan rasa. Kalau bilang rasanya enak itu bukan rasa, itu namanya preferensi," katanya.

Tanti mengungkapkan bahwa gastronomi itu tingkatannya lebih tinggi daripada kuliner.  Menurut dia, ketika kita membicarakan tentang kuliner itu kita hanya membicarakan tentang fisiknya, makanannya, rasanya, dan paling mentok tentang pembuatannya.

"Sementara kalau kita ngomongin gastronomi itu kulinernya juga dibahas, sejarah, budaya, filosofi, teknik pembuatannya. Jadi gastronomi itu membahas kuliner dengan sudut pandang yang lebih holistik," ujar Tanti.

Cara yang paling mudah memahaminya, kata Tanti, gastronomi lebih menonjolkan tentang kebudayaan.

"Dalam gastro-storytelling berarti tujuannya jelas, yaitu menceritakan tentang makanan. Ketika kita membuat cerita pastikan juga perhatikan hal-hal yang bisa menarik perhatian pendengar atau pembaca untuk mudah mengingat apa yang kita ceritakan," ujarnya.

"Kalau kita sudah menyusun cerita sebanyak dan sebagus apa pun, kalau itu tidak dilatih menulis, tidak sering membaca, tidak sering riset biasanya pilihan diksinya akan itu-itu saja, gak berkembang. Seringkali membuat pendengar bosan. Itulah pentingnya riset. Harus sering dipraktikkan juga karena at the end yang membuat kita jago bercerita itu adalah pengalaman," pesan Tanti di akhir pemaparan materinya.

photo
Seorang peserta Akademi Rasa Kelas Gastro-Storytelling #Vol.5 terlihat mempraktikkan gastro-storytelling di kawasan Kranggan Yogyakarta, Ahad (9/3/2025). Akademi Rasa merupakan bagian dari event Gelora Rasa Ramadhan 2025 yang digelar Dje Djak Rasa berkolaborasi dengan Republika. - (Republika/Fernan Rahadi)

Sementara itu, pemateri kedua yakni chef dari Budi Mulia Dua Culinary School, Chef Gusti, menjelaskan tentang cita rasa makanan di setiap daerah. "Makanan itu sebenarnya semua kembali ke cita rasa aslinya, keautentikannya," jelasnya.

Setelah sesi materi, peserta dibagi menjadi dua kelompok untuk mempraktikkan gastro-storytelling langsung di destinasi Telusur Rasa yakni sekitar wilayah Pasar Kranggan. Terdapat enam destinasi telusur rasa di kawasan Kranggan di antaranya Gathot Tiwul Mbah Hadi, Warung Es Eny, Suwe Ora Jamu, Wedang Tahu Bu Sukardi, Klenteng Poncowinatan, dan Pasar Kranggan.

Para peserta pun terlihat antusias mempraktikkan apa yang sudah dipelajari di kelas. "Menurutku seru karena ini bener-bener butuh skill, gimana kalau kita nggak bisa menguasai skill-skill-nya itu kita tidak tahu mau ngomong apa. Menurutku kegiatannya informatif banget, ada isinya tentang bagaimana cara kita menceritakan makanannya, kemudian kita harus menguasai sejarahnya. Ternyata nggak hanya semata-mata kita tahu secara gamblang tetapi kita harus riset juga," kata salah satu peserta, Nannis, setelah mencoba mempraktikkan gastro-storytelling.

Peserta lain, Nanto mengatakan mendapatkan hal baru dari kegiatan tersebut. "Menurutku di Indonesia itu budaya dongeng, sehingga budaya tentang gastronomi itu agak baru. Karena secara peninggalan arsip di Indonesia itu agak susah dan jarang banget pendahulu kita itu meninggalkan arsip. Aku yakin dengan budaya gastronomi ini menu-menu makanan yang di Indonesia itu akan tetap lestari," kata pemuda asal Jakarta itu.

Di akhir acara, peserta mengungkapkan kesan dan pesannya. Salah satu peserta, Alya mengatakan senang mengikuti kegiatan Akademi Rasa karena membantu mengisi waktu luang selama bulan Ramadhan di sela-sela mengerjakan skripsi. "Kebetulan aku memang suka bercerita dan aku juga ingin ketemu orang-orang baru. Intinya aku excited dan nggak capek sama sekali," ujarnya.

Tahun ini, Akademi Rasa Kelas Gastro-Storytelling #Vol.5 di antaranya disponsori oleh Mandiri Utama Finance, Budi Mulia Dua Culinary School, dan didukung oleh Nutrihub Jogja.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement