REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menilai kasus Ayam Widuran yang ternyata tidak halal terbilang paradoks. Terlebih, dia menjelaskan, usaha ayam goreng yang berlangsung sejak 1973 yang mengaku halal, ternyata tidak halal karena digoreng dengan minyak babi, hanya berujung pada permintaan maaf.
"Minta maaf secara psiko sosial penting, tapi itu sungguh tidak cukup, sebab yang dilakukan Ayam Widuran sudah berjalan berpuluh tahun, dan dilakukan secara sengaja," kata Tulus kepada Republika, Selasa (27/5)
Ia menegaskan, konsumen selama bertahun-tahun dirugikan, baik materiil maupun non materiil. Bukan hanya konsumen Muslim, tetapi juga seluruh konsumen, sebab telah mengonsumsi produk yang tidak sesuai standar.
Menurut dia, apa yang dilakukan manajemen Ayam Widuran sesungguhnya melakukan banyak pelanggaran hukum, baik secara perdata, bahkan pidana, khususnya Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen, UU tentang Pangan, UU Jaminan Produk Halal, hingga termasuk kategori penipuan.
"Oleh sebab itu, upaya pro justitia oleh kepolisian seharusnya dilakukan untuk mengendus kasus tersebut, dinas perdagangan setempat pun harusnya bertindak cepat, untuk memberikan sanksi (pencabutan izin) administratif pada resto tersebut," ujar Tulus.
Menurut FKBI, kasus ini merupakan bentuk kelalain Dinas Perdagangan dan Dinas Kesehatan karena tidak melakukan pengawasan. Sementara itu, pemerintah kota hanya memungut PAD-nya saja.