Ahad 17 Aug 2025 08:23 WIB

Dokter Ingatkan Bahaya Sound Horeg Bisa Sebabkan Henti Jantung

Kebisingan merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung yang kerap terabaikan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Ilustrasi dampak sound horeg. Menurut dokter, paparan suara ekstrem dapat memicu respons fisiologis yang berpotensi mengganggu fungsi kardiovaskuler, terutama pada individu dengan faktor risiko penyakit jantung.
Foto: Republika/Daan Yahya
Ilustrasi dampak sound horeg. Menurut dokter, paparan suara ekstrem dapat memicu respons fisiologis yang berpotensi mengganggu fungsi kardiovaskuler, terutama pada individu dengan faktor risiko penyakit jantung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena sound horeg, dentuman musik dengan volume tinggi yang kerap melebihi ambang batas aman pendengaran, kembali menuai sorotan. Baru-baru ini, seorang ibu di Lumajang dilaporkan meninggal dunia saat menyaksikan karaval dengan iringan sound horeg.

Lantas seberapa berbahayakah sound horeg bagi tubuh, khususnya jantung? Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Meity Ardiana menjelaskan paparan suara ekstrem dapat memicu respons fisiologis yang berpotensi mengganggu fungsi kardiovaskuler, terutama pada individu dengan faktor risiko penyakit jantung.

Baca Juga

"Pada orang yang sehat, kemungkinan dampaknya relatif kecil. Namun, bagi yang sudah memiliki faktor risiko seperti gangguan irama jantung, paparan suara keras dapat menjadi pencetus terjadinya aritmia atau henti jantung," kata dia dalam keterangan tertulis dikutip Ahad (17/8/2025).

Menurutnya, kebisingan di lingkungan kerja atau hiburan merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung yang sering terabaikan. Paparan bising di atas 85 dB, jika terjadi secara terus-menerus, dapat mempengaruhi pembuluh darah, memicu stres fisiologis, serta meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.

Dr Meity mengatakan dalam bidang kardiologi, pencegahan merupakan langkah utama. Bahkan di lingkungan kerja perkotaan, tingkat kebisingan yang tinggi sudah diakui sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung, sehingga memerlukan penggunaan alat pelindung diri.

"Kalau di tempat kerja saja kebisingan harus dikendalikan demi kesehatan, apalagi pada sound horeg yang dijadikan hiburan. Saya rasa itu bukan sesuatu yang menyehatkan, justru merugikan," ujarnya.

la mendorong adanya regulasi khusus untuk melindungi kelompok rentan, seperti lansia dan penderita penyakit jantung, dari paparan suara ekstrem di ruang publik. Temuan ini sejalan dengan prinsip manajemen risiko lingkungan kerja yang menempatkan ebisingan sebagai salah satu bahaya utama. Standar keselamatan kerja internasional merekomendasikan langkah preventif seperti audit kebisingan rutin, pemasangan peredam suara, dan penggunaan alat pelindung diri (earplug atau earmuff).

Dr Meity mengatakan, pelajaran dari dunia kerja ini dapat diadopsi dalam pengelolaan kegiatan publik. "Kalau di tempat kerja saja ada batasan kebisingan dan kewajiban memakai pelindung telinga, maka di kegiatan hiburan pun seharusnya ada pembatasan agar aman bagi kesehatan," kata dia.

Ia mengatakan risiko gangguan jantung akibat paparan suara keras terjadi tanpa gejala awal yang jelas. Aritmia, misalnya, dapat muncul secara tiba-tiba dan berujung fatal. "Jika tahu volumenya berlebihan, sebaiknya segera menjauh dari sumber suara," kata dr Meity.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement