Rabu 05 Apr 2017 09:24 WIB

Ke Mana Sampah Elektronik Pergi?

Rep: Nora Azizah/ Red: Winda Destiana Putri
Sampah elektronik.
Foto: e-wasteregulation.blogspot.com
Sampah elektronik.

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika ajang Mobile World Congress (MWC) 2017 berlangsung di Barcelona, Spanyol, beberapa ponsel dan perangkat mobile lainnya hadir sebagai bentuk perkembangan inovasi teknologi. Namun, dibalik itu semua secara tidak sengaja produk teknologi tersebut menghasilkan sampah.

Para pengguna gadget, terutama ponsel pintar, kerap mengganti ponselnya secara berkala mengikuti perkembangan tren. Tanpa sadar, ponsel-ponsel yang sudah tidak terpakai tersebut membuat sebuah limbah tersendiri bagi bumi. Berdasarkan laporan the Guardian, dibalik kemewahan dan kecanggihan perangkat teknologi justru menimbulkan efek buruk bagi lingkungan. Perusahaan hanya sibuk mempromosikan kehebatan produk tanpa memikirkan akibat dari limbah yang dihasilkan.

Awal Maret lalu, organisasi Greenpeace melakukan interupsi terhadap konferensi pers terkait produksi ulang dari Samsung Galaxy Note 7. Dalam kampanye penolakan produksi ponsel pasca meledaknya seri tersebut, Greenpeace mencatat ada sekitar 4,3 juta perangkat yang akan menjadi limbah ponsel. Setelah mendengar protes tersebut seorang juru bicara dari Samsung Global menjelaskan, perusahaan akan bertanggung jawab terhadap limbah ponsel-ponsel tersebut. Perusahaan peduli terhadap pencemaran lingkungan dan akan melakukan usaha terbaik demi menjaga bumi. Mungkin itu hanya terdengar dari Samsung Galaxy Note 7 saja yang limbahnya akan mendapat perhatian perusahaan pembuat. Namun, bagaimana dengan nasib perangkat lainnya, seperti laptop atau kamera. Ke mana kira-kira perangkat bekas itu berakhir?

Menurut the World Counts, sebuah situs daring yang fokus terhadap sampah elektronik global atau global e-waste, terhitung dari awal 2017 sudah ada sekitar 6,4 juta ton produk ponsel yang menjadi sampah di dunia. Apabila masih mengikuti pola masa lalu, pada 2014 lalu hanya seperenam dari limbah ponsel di dunia yang mendapat penanganan daur ulang. Meskipun limbah berada di negara maju dengan infrastruktur bagus, daur ulang sampah elektronik masih dalam garis rendah.

Menurut Environmental Protection Agency, Amerika Serikat, tercatat hanya melakukan daur ulang 29 persen dari 3,4 juta ton limbah elektronik yang diproduksu pada 2012 lalu. Sementara sisanya hanya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau dibakar. "Tingkat daur ulang kami hanya untuk elektronik yang buruk," ujar Executive Director and Founder of The Basel Action Network (BAN) Jim Puckett. Dia memberikan estimasi, hanya lima persen saja material ponsel terbuat dari bahan daur ulang.

Ketika produk elektronik ditangani untuk daur ulang, prosi terbesarnya berakhir pada negara-negara berkembang, seperti Ghana dan Cina. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan mengemukakan, 90 persen sampah elektronik dibuang secara ilegal. BAN juga tak pernah berhenti melakukan sweeping ke negara-negara terkait lingkungan dan infrastruktur untuk menunjang daur ulang. Berdasarkan eksperimen tersebut, BAN mencatat dan menempatkan sebanyak 205 GPS sebagai pelacak untuk mengintai dan melakukan monitor. Sebagian perangkat memang terlihat didaur ulang, 40 persen dibuang ke lepas pantai, dan sisanya di kawasan Asia.

Bahkan tim dari BAN, 37 di antaranya merupakan karyawan dari salah satu perusahan mobile asal Hong Kong. Jenis pengolahan limbah yang tidak mengikuti peraturan e-waste membawa konsekuensi berat bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak tersebut juga terasa sebagai polusi udara ketika memanaskan logam, polusi tanah karena resapan bahan kimia, serta polusi air dari aliran limbah.

Kegagalan daur ulang juga menyebabkan pemborosan barang berharga, misalnya emas, tembaga, dan platinum. Seharusnya perusahaan bisa mengembangkan industri dan proses daur ulang. Sebab, potensi pendapatan daur ulang di Eropa dua tahun lalu mencapai 2 miliar euro. Perusahaan seperti Microsoft dan Dell sudah berusaha mengikuti jejak limbah mereka. Salah satunya bekerha sama dengan pihak ketiga seperti Goodwill untuk menjual dan mendaur ulang produk elektronik.

Kemudian tahun lalu Apple juga sudah membuat robot daur ulang bernama Liam yang mampu memusahkan iPhone menjadi beberapa bagian hanya dalam waktu 11 detik. Perusahaan Syms Recycling Solution dan beberapa perusahaan Belanda juga mulai membuat skema daur ulang ponsel. Skema tersebut akan memberlakukan menghapus satu buah ponsel yang sudah tidak terpakai apabila menciptakan satu ponsel baru. Beberapa pelanggannya juga setuju dengan hal tersebut. Contoh lainnya, perusahaan bisa melakukan sewa elektronik daripada harus membuangnya. Hal tersebut akan lebih berguna bagi perusahaan dan juga membantu lingkungan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement