REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keamanan data pribadi masih menjadi tantangan industri finansial technologi (fintech) di Indonesia. Oleh karena itu, menurut Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Kristiono, pembuatan regulasi terkait perlindungan data ini harus dipercepat.
Kristiono melihat penggunaan fintech sudah sangat masif di masyarakat meskipun regulasi mengenai perlindungan data belum ada. Hal ini bisa memberikan dampak negatif bagi banyak pihak.
"Misal ada yang tidak beres, mau menindak kan nggak bisa karena undang undang belum ada. Artinya banyak pihak yang belum terlindungi," ujar Kristiono saat ditemui dalam acara Halal Bihalal Mastel, Jumat (21/6).
Dalam membuat regulasi, menurut Kristiono, Indonesia perlu belajar dari India. India membangun infrastruktur berdasarkan empat tingkatan mulai dari identitas, dokumen, transaksi, hingga privasi.
Selain itu, Kristiono menegaskan pemerintah juga harus bisa membuat regulasi yang sederhana dan tidak konvensional. Hal ini untuk menyesuaikan teknologi yang terus bergerak dan berinovasi.
"Kalau cara nyusun regulasinya model 4-5 tahun gitu kita akan terus bermasalah," tutur Kristiono.
Kristiono mengatakan pembuatan regulasi perlindungan data yang lekap dan cepat ini sekaligus mendukung inisiatif Data Free Flow with Trust (DFFT) yang diusulkan oleh pemerintah. DFFT merupakan pertukaran data atau informasi berbagai sektor secara global