REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berita hoax banyak beredar terutama di media sosial. Co-Founder Provetic, Shafiq Pontoh mengatakan jenis hoax yang paling sering diterima adalah masalah sosial politik, yaitu sekitar 91,8 persen, masalah SARA sebanyak 88,6 persen, kesehatan 41,2 persen, makanan dan minuman 32,6 persen, penipuan keuangan 24,5 persen, iptek 23 ,7 persen, berita duka 18,8 persen, candaan 17,6 persen, bencana alam 10,3 persen dan lalu lintas 4 persen.
Ia mengatakan hoax bisa dibidang energi misalnya hoax lowongan pekerjaan. Karena lowongan kerja dibidang energi masih menjadi primadona. Nah potensi muncul hoax ketika akan terjadi kontrak antara perusahaan dengen pemerintah, perpanjangan kontrak. Potensi hoax juga ada ketika ada kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan kebijakan perusahaan.
Jenis hoax dari tingkat rekayasanya menurut Shafiq adalah yang mudah diklarifikasi dan yang sulit diklarifikasi. Hoax yang mudah diklarifikasi adalah yang sebagian besar konten adalah fiksi atau fitnah yang mudah dicari bantahannya, umum terjadi di situs clickbait. Sedangkan hoax yang sulit diklarifikasi adalah berita yang menggabungkan fakta dan fiksi, kadang 80 persen fakta, dan 20 persen fiksi. Serta direkayasa oleh tim dengan kemampuan yang tinggi.
Hoax ini menurutnya akan memberikan dampak negative bagi siapa saja. Kontennya biasanya berisi hal negative, yang bersifat hasut dan fitnah. Hoax akan menyasar emosi masyarakat, dan menimbulkan opini negative sehingga terjadi disintergratif bangsa.
Hoax juga memberikan provokasi dan agitasi negative, yaitu menyulut kebencian, kemarahan, hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dan sebagainya), biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivitis partai politik, pidato yang berapi-api untuk mempengaruhi massa. Hoax juga merupakan propaganda negative, dimana sebuah upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan mempengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda.