REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media sosial bukan hanya sekadar ruang untuk eksistensi. Kemudahan akses dan kecepatan informasi, membuat banyak netizen menjadikannya sebagai acuan berita.
Melihat fenomena tersebut, pengamat media sosial Enda Nasution mengimbau agar masyarakat lebih kritis menghadapi setiap konten dan informasi yang terdapat di media sosial. Terlebih, kata dia, jangan mudah mengamini konten pada media sosial tersebut sebagai suatu kebenaran informasi.
"Jangan percaya begitu saja informasi yang ada di media sosial. Karena kita tidak tahu berita tersebut benar atau bohong. Jadi penggunanya yang dituntut kritis," kata Enda saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (20/5).
Dia mengatakan, fungsi media sosial salah satunya adalah untuk share, misal Facebook ada fitur bagikan, Twitter ada re-tweet, dan lain-lain. Namun fungsi share tersebut, kata dia, tidak dibarengi dengan kewajiban atau keharusan pengguna untuk mengecek kebenaran berita tersebut sebelum kemudian dibagikan.
"Misal pas mau share, ada gak ketentuan dari Facebook atau Twitter-nya yang mewajibkan pengguna cek dulu kebenarannya? Enggak kan? Bebas saja mau share apapun," jelas Enda.
Oleh sebab itu, tegas Enda, fungsi kontrol media sosial ada pada penggunanya. Pengguna harus bisa menyaring berita apapun sebelum dibagikan atau diamini sebagai suatu pembenaran informasi.
Dia menekankan, pengguna media sosial juga harus bisa menahan diri untuk memposting suatu informasi yang dinilai tidak baik, tidak benar atau tidak berguna. Karena setiap polah yang dilakukan di media sosial pun bisa terjerat hukum.
"Bisa berdampak pada hukum, jika masuk kategori pencemaran nama baik, konten fitnah, dan lainnya. Sekarang banyak sekali kan terjadi, jadi pengguna media sosial harus kritis dan menahan diri," kata dia.