REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 2018 lalu, banyak sinyal seismik terdeteksi oleh badan pemantau gempa di seluruh dunia pada bulan Mei dan Juni. Sinyal ini dianggap misterius karena belum jelas apa asal muasalnya.
Sinyal misterius menciptakan suara dengungan dan terdeteksi pada bulan November dengan durasi hingga 20 menit. Gempa misterius itu memicu keingintahuan banyak komunitas ilmiah. Menurut laporan CNN yang dilansir Jumat (10/01), kini sebuah studi baru menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, yaitu pembentukan gunung berapi bawah laut yang baru. Tetapi bukan berarti Bumi dalam bahaya.
"Kami menafsirkan ini sebagai tanda runtuhnya ruang magma yang dalam di lepas pantai Mayotte," kata Eleonora Rivalta, rekan penulis studi dari Pusat Penelitian Jerman.
Memang prosesnya hampir tidak terlihat di pulau terjadinya gempa itu. Mayotte adalah salah satu dari empat gunung vulkanik di kepulauan dan dihuni sekitar 260 ribu orang. Gunung terakhir meletus sekitar 4.000 tahun yang lalu.
"Karena dasar laut terletak 3 kilometer di bawah permukaan air, hampir tidak ada yang memperhatikan letusan dahsyat itu," kata Torsten Dahm, rekan penulis studi dan profesor geofisika dan seismologi di Universitas Potsdam di Jerman.
Namun, masih ada kemungkinan bahaya untuk Mayotte hari ini. Sebab, kerak bumi di atas reservoir yang dalam dapat terus runtuh, memicu gempa bumi yang lebih kuat. Oseanografi pada Mei 2019 menunjukkan bahwa gunung berapi telah terbentuk di tempat yang sama.
Para peneliti mengembangkan metode seismologis baru yang membantu mereka mengumpulkan garis waktu selama setahun untuk merekonstruksi apa yang terjadi. Studi mereka dipublikasikan pekan ini di jurnal Nature Geoscience.
Fase pertama melibatkan magma yang naik dengan cepat dari reservoir di mantel 18 mil di bawah permukaan bumi. Ini membuka saluran di dasar laut, memungkinkan magma mengalir dan mulai membentuk gunung berapi bawah laut yang baru.
Selama pembentukan gunung berapi bawah laut, aktivitas gempa turun, dan tanah Mayotte menurun. Kemudian, sinyal VLP dimulai.
Jumlah gempa yang tidak biasa dilacak ke pulau Mayotte di Samudra Hindia, satu dari beberapa di kepulauan Komoro yang ditemukan antara Afrika dan Madagaskar.
Para ilmuwan mendeteksi 7.000 gempa tektonik dalam ruang lingkup penelitian. Gempa bumi semacam ini terjadi ketika lempeng tektonik Bumi bergerak berdampingan. Tekanan yang memungkinkan lempeng teknonik bergerak inilah yang menyebabkan gempa bumi.
Gempa bumi yang paling kuat mencapai kekuatan 5,9 pada Mei 2018. Peneliti menemukan 407 sinyal seismik jangka panjang. Sinyal Periode Sangat Panjang ini, yang disebut VLP, dan sinyal 20 hingga 30 menit dapat dideteksi dari jarak ratusan mil.
Gempa bumi dan sinyal datang dari sekitar 22 mil di lepas pantai timur pulau. Para peneliti tidak dapat melihat tanda-tanda aktivitas vulkanik di daerah ini, tetapi mereka menduga bahwa proses magmatik mungkin membentuk satu.
Sayangnya, tidak ada jaringan seismik di bagian dasar lautan ini, yang berarti peneliti hanya bisa mendapatkan pengukuran dari pulau, Madagaskar dan Afrika.
Tetapi peneliti melihat penurunan permukaan pulau sebesar tujuh inci, menunjukkan aktivitas yang terkait dengan gempa bumi.