REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para peneliti menyatakan Antartika pada Kamis lalu mencatatkan suhu tertingginya akibat pemanasan global. Bahkan, hal itu juga ditegaskan oleh Layanan Meteorologi Nasional Argentina yang berada di Utara Semenanjung Antartika, Esperanza.
Tercatat, suhu yang mencapai 64,9 derajat Fahrenheit, atau 18,2 derajat Celcius itu, memecahkan rekor sebelumnya 63,5 derajat Fahrenheit,yang ditetapkan pada 24 Maret 2015.
"Semua yang kami lihat sejauh ini mengindikasikan kemungkinan catatan yang sah," kata Randall Cerveny, seorang pejabat Organisasi Meteorologi Dunia seperti dilansir nytimes, Ahad (9/2).
Secara umum, suhu di Antartika hanya berkisar rata-rata dari 14 derajat Fahrenheit (minus 10 derajat Celsius) di pantai Antartika. Sedangkan jumlah maksimal adalah minus 76 derajat Fahrenheit (minus 60 derajat Celsius) di ketinggian yang lebih tinggi di pedalaman.
Menurut pemaparan para ahli, tren pemanasan global menjadi pengaruh panasnya suhu di Antartika.
"Saya menganggap pemanasan atmosfer seperti pemanasan oven dan lapisan es kutub seperti lasagna beku yang Anda masukkan ke dalam oven dan sekarang bahkan lasagna beku mulai mencair di lintang tinggi," ujar profesor riset di departemen ilmu bumi dan lingkungan di Universitas Columbia,Maureen Raymo.
Dia menegaskan, terjadinya lonjakan suhu itu menjadi pertanda terkait masa depan. Selain di Antartika, pada Januari 2020 lalu, nyatanya juga menjadi yang terpanas kelima di Amerika Serikat dalam 126 tahun pencatatan. Selain dari 2019 lalu yang dinilai oleh para peneliti menjadi tahun terpanas kedua selama satu dekade terakhir.