REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Balai Arkeologi Jayapura menemukan permukiman zaman neolitikum dan megalitikum seluas 15 ribu meter per segi di Bukit Srobu, di antara Kelurahan Abepantai dan Kampung Enggros, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua.
Kepala Balai Arkeologi Jayapura Muhammad Irfan di Jayapura, Senin (19/5), mengatakan penemuan pemukiman prasejarah itu berdasarkan laporan warga kepada pihaknya sejak awal Februari lalu.
"Jadi setelah dilaporkan kepada Balar Jayapura, kami langsung melakukan survei dan ekskavasi di lapangan. Dan hari ini adalah hari ke-10 penelitian dan ekskavasi," katanya.
Ia menjelaskan dalam survei, penelitian, dan ekskavasi yang dilakukan oleh tim beranggota enam orang itu, paling banyak ditemukan cangkang yang diperkirakan jumlahnya ribuan hingga jutaan yang tersebar di Bukit Srobu. Bukit itu, juga dikenal sebagai Bukit Kerang oleh warga setempat.
Selain itu, fragmen-fragmen gerabah yang bermotif, alat serpih, dan kapak. Berbagai temuan itu, merupakan peninggalan periode neolitikum. Ia mengatakan temuan yang menunjukkan periode megalitikum, antara lain menhir, meja batu, dan tangga teras batu, serta bekas pemukiman.
"Ini menandakan penemuan di bukit yang tak jauh dari permukaan laut itu, cukup komplit dan kompleks, karena ada bekas rumah,," katanya.
Ketua tim ekskavasi Erlin N.J. Djami yang ditemui di Bukit Srobu, mengatakan selain temuan fragmen gerabah, menhir, meja batu, ada juga batu dakon dan tulang-tulang manusia.
"Menurut pernyataan warga setempat di bukit ini juga pernah jadi tempat bersembunyi tentara Jepang semasa Perang Dunia II. Lalu ada tulang-tulang manusia tapi belum bisa dipastikan apakah itu milik penduduk setempat atau tentara Jepang," katanya.
Hal itu, katanya, karena Balar Jayapura belum mempunyai laboratorium untuk mengetahui penanggalan yang pasti terkait dengan benda-benda neolitikum dan megalitikum guna meneliti umur tulang-tulang di bukit itu.
"Yang kami sedang kejar adalah penemuan arang atau sisa-sisa dapur memasak untuk bisa diketahui lewat pengukuran karbon," katanya.
Berdasarkan hasil penelitian dan ekskavasi yang akan berakhir pada 23 Mei 2014 itu, kata Erlin, pihaknya segera membuat laporan dan akan mengusulkan kepada pihak terkait, agar Bukit Srobu menjadi situs atau tempat penelitian atau laboraturium alam bagi pelajar dan mahasiswa di Jayapura dan Papua pada umumnya.