REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kemenkominfo diminta untuk melakukan perencanaan dan kalkulasi yang matang dalam seleksi tambahan blok frekuensi seluler generasi ketiga (3G) agar tidak terjadi inefisiensi bagi pelaku usaha.
"Pemerintah harus belajar dari kasus penataan blok 3G pada akhir 2011 di mana terjadi blok yang tidak berdampingan, sehingga tidak efisien dan menghambat ekspansi jaringan oleh pemilik frekuensi," ungkap Heru Sutadi, peneliti dari Indonesia ICT Institute, di Jakarta.
Menurut Heru, pemerintah dari awal harus berani menyatakan status dari blok yang akan ditawarkan, terutama jika dikaitkan dengan kondisi yang ada di frekuensi 2,1 GHz.
Diketahui, pemerintah sepakat menggunakan metode "beauty contest" dalam seleksi tambahan blok ketiga di frekuensi 2,1 GHz. Pemerintah juga optimistis pada Juli 2012 proses seleksi bisa dijalankan agar Agustus 2012 frekuensi bisa digunakan.
Heru memperkirakan pemerintah menyiapkan dua skenario opsi bagi calon pemenang, pertama, pemenang harus menerima kondisi blok 11 dan 12 seperti yang ada sekarang.
Terkait isu interferensi, lanjutnya, pemerintah harus memfasilitasi Smart Telecom untuk mengatur power sinyalnya.
Konsekuensi dari pilihan pertama ini tidak ada penataan ulang frekuensi seperti yang dijanjikan pemerintah akhir tahun lalu bagi pelaku usaha.
"Sebenarnya secara teknologi ini bisa diwujudkan karena blok ketiga tidak harus berdampingan, dengan syarat dua blok pertama "contiguous", dan yang terpisah tidak lebih dari 25 MHz," katanya.
Adapun skenario kedua, adalah penataan ulang untuk semua pemain guna memenuhi keinginan pelaku usaha memiliki blok berdampingan, yang dilakukan setelah proses seleksi selesai.
"Jika ini yang dipilih pemerintah, dipastikan akan rumit dan terjadi inefisiensi. Jika opsi ini yang dipilih, maka pemerintah tidak boleh menyatakan blok 11 dan 12 yang akan ditawarkan dalam seleksi, karena kandidat pemenang bisa saja tidak menempati blok yang ditawarkan itu," ujar Heru.
Lebih lanjut dijelaskan, menata blok frekuensi tidak semudah membalik telapak tangan karena melibatkan semua operator, sehingga perlu dicari cara yang lebih efisien dalam memberikan tambahan blok ketiga bagi operator.
"Yang menjadi dilema bagi pemerintah adalah adanya kesepakatan menata ulang di akhir 2011 itu, tetapi perkembangan teknologi justru menunjukkan ada kemungkinan tanpa ditata ulang dengan kondisi yang ada bisa diutilisasi blok yang dimiliki," kata Heru.