Jumat 16 May 2014 12:17 WIB

Presiden Nigeria Segera Kunjungi Kota Penculikan Boko Haram

Red: Indira Rezkisari
Korban penculikan Boko Haram
Foto: VOA
Korban penculikan Boko Haram

REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Presiden Nigeria Goodluck Jonathan akan mengunjungi kota timur laut di mana lebih dari 200 siswi sekolah diculik oleh kelompok Boko Haram, sebagai responnya terhadap krisis setelah kecaman internasional makin meningkat.

 

Seorang pejabat senior pemerintah mengatakan kepada AFP bahwa kepala negara akan berada di desa terpencil Chibok, di negara bagian Borno, Jumat sebelum terbang ke Paris untuk menghadiri KTT keamanan untuk membahas ancaman Boko Haram.

 

Jonathan dan pemerintahannya telah banyak dikritik karena mereka lambat menanggapi penculikan pada 14 April, yang menunjukkan 276 anak perempuan diculik oleh kelompok gerilyawan itu. Sebanyak 223 masih hilang.

 

Tetapi mereka dipaksa untuk bertindak dalam menghadapi kampanye media sosial dan protes-protes jalanan yang memenangkan dukungan global dan menarik perhatian negara-negara besar, yang kini mengirimkan beberapa tim ahli untuk membantu dalam upaya penyelamatan.

 

Amerika Serikat telah mengirimkan pesawat tak berawak dan pesawat pengintai, sementara ketua ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat mengatakan sikap Nigeria "tragis dan kelambanannya tidak dapat diterima" untuk mengatasi krisis itu.

 

"Saya telah meminta Presiden (Goodluck) Jonathan untuk menunjukkan kepemimpinan yang dituntut negaranya," kata senator Demokrat Robert Menendez.

 

Pejabat Departemen Pertahanan, Alice Friend, mengatakan Nigeria, yang sebelumnya menolak bantuan dari luar untuk mengatasi lima tahun pemberontakan brutal di negaranya, akan mendapat tekanan yang sangat menantang untuk bekerja sama mengatasi hal itu".

 

"Dalam menghadapi ancaman canggih ini, pasukan keamanan Nigeria telah lambat untuk beradaptasi dengan strategi baru dan taktik baru," tambahnya.

 

Lainnya mengangkat catatan hak asasi manusia militer Nigeria setelah terdapat klaim-klaim yang terdokumentasi dengan pelanggaran yang dilakukan oleh para tentara, termasuk penahanan sewenang-wenang dan ringkasan eksekusi terhadap warga sipil.

 

Keadaan darurat diberlakukan di tiga negara bagian timur laut yang terkena dampak kekerasan terburuk pada 14 Mei tahun lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement