Jumat 14 Nov 2014 19:29 WIB

Lolos dari Pancung, Satinah Ternyata Jalani Hukuman ‘Negara’

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Satinah
Satinah

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—Masih ingat Satinah (42), tenaga kerja wanita (TKW) yang nyaris menghadapi eksekusi pancung di Arab Saudi?

 

Tujuh bulan setelah ‘misi’ pembebasan oleh Pemerintah RI, wanita asal Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang ini belum sepenuhnya bebas. Ibu satu anak ini bahkan masih ‘mendekam’ di dalam penjara Buraidah, di Provinsi Al Ghaseem, Arab Saudi hingga saat ini.

Sulastri (38), kakak Ipar Satinah mengatakan adik iparnya ini sudah bebas dari hukuman pancung setelah pemerintah membayar diyat sebesar Rp 21 miliar kepada ahli waris Nura Al Gharib. Namun Satinah belum dapat leluasa bebas karena masih harus menjalani hukuman penjara.

“Hukuman ‘keluarga’ memang sudah bebas, tapi hukuman ‘negara’juga harus dijalani,” tegasnya, Jumat (14/11). Hanya saja, berapa tahun hukuman negara yang harus dijalani oleh Satinah, Sulastri sendiri mengaku belum tahu.

 

Ia juga mengungkap, informasi tentang kondisi Satinah tersebut diketahui dari Kementerian Tenaga Kerja, yang beberapa waktu lalu menggelar sosialisasi penanganan TKI di Semarang. Meski masih di dalam penjara, masih jelasnya, Satinah tetap didampingi pemerintah.

“Intinya tetap ada pndampingan kepada adik ipar saya,” kata Sulastri. Bupati Semarang, dr H Mundjirin ES SpOG juga mengaku belum menerima kabar terakhir Satinah setelah upaya pembayaran diyat.

 

Bupati yang beberapa kali mengunjungi keluarga Satinah ini juga berharap, Satinah dapat segera dipulangkan ke Indonesia, jika persoalan hukumnya rampung. Karena pihak keluarga sudah lama menantikan kepulangan Satinah ke kampung halamannya.

 

“Sampai sekarang tidak ada kabar lagi, kapan mau dipulangkan atau masih di Arab sana?,” tegas Mundjirin.

Seperti diketahui, Satinah nyaris menghadapi hukuman pancung karena didakwa membunuh mantan majikannya, Nura Al Gharib di Arab saudi. Untuk ‘menyelamatkan’ Satinah dari eksekusi pancung,  pemerintah membayar uang pengganti darah (diyat) sebesar 7 juta Riyal atau setara Rp 21 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement