Kamis 26 Oct 2017 13:36 WIB

Kemendikbud Dorong Tradisi Lisan Masuk Kurikulum Pendidikan

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Andi Nur Aminah
Pantun/ilustrasi
Foto: http://nettik.net
Pantun/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong kearifan lokal seperti tradisi lisan masuk dalam kurikulum muatan lokal pendidikan di Tanah Air. Hal ini diungkapkan Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud Sri Hartini saat menghadiri Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan ke-X bertajuk "Memory and Traditions for The Better Future" di Mataram, Kamis (25/10).

Sri menerangkan, pemasukan tradisi lisan ke dalam kurikulum sekolah menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Kemendikbud mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk mengkaji kearifan lokal apa saja yang bisa dimasukan dalam kurikulum sekolah bermuatan lokal, termasuk tradisi lisan.

Sri menjelaskan, kandungan dalam tradisi lisan merupakan modal sosial bagi penguatan karakter bangsa. Nilai-nilai sosial yang terdapat dalam tradisi lisan juga menjadi perekat tenun kebangsaan Indonesia. "Ketika nilai-nilai itu hilang maka akan berpengaruh bagi tingkah laku kita, itu harus kita lestarikan," ujar Sri di sela-sela seminar internasional Tradisi Lisan di Hotel Golden Palace, Mataram, NTB, Kamis (26/10).

Menurut Sri, pengembangan tradisi lisan terus mengalami pengikisan dalam beberapa tahun terakhir, terlebih dengan hadirnya kemajuan teknologi informasi yang masif. Banyak dari generasi milenial yang tidak tahu dan memahami tradisi lisan. Tak ada regenerasi yang berkelanjutan, lanjut Sri, menjadi persoalan utama mengapa tradisi lisan seperti hilang di tekan zaman. "Ya (tradisi lisan) memang terkikis karena tidak ada regenerasi, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat," lanjut Sri.

Selain itu, Sri juga menilai, peran pemerintah belum maksimal dalam memberikan perlindungan bagi para pegiat tradisi lisan. Di banyak tempat, para pegiat memilih meninggalkan tradisi lisan lantaran adanya tekanan dari kelompok-kelompok yang tidak dapat menerima ini. "Hal ini tidak boleh terjadi. Seminar ini sangat strategis untuk menyongsong dan merumuskan pengembangan tradisi lisan," kata Sri menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement