Kamis 01 Aug 2019 05:31 WIB

DPR Kecewa tak Dilibatkan Pembentukan Koopsus TNI

Urgensi pembentukan Koopssus TNI dipertanyakan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Karta Raharja Ucu
Anggota TNI meneriakkan yel-yel saat gelar pasukan pengamanan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di area Bogor Nirwana Residence, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/4/2019).
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Anggota TNI meneriakkan yel-yel saat gelar pasukan pengamanan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di area Bogor Nirwana Residence, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI ditanggapi beragam oleh para anggota dewan yang membidangi pertahanan keamanan. Sebagian mengapresiasi dan sisanya menyesalkan parlemen tak dilibatkan dalam keputusan itu.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Evita Nursanty, mengaku yakin Koopssus TNI dapat menjadi pasukan khusus yang andal dan profesional. "Kita memang membutuhkan pasukan yang bisa bergerak cepat seperti ini. Artinya, dia bisa digerakkan langsung dan menimbulkan deterrence effect (efek gentar) kepada musuh negara," ucapnya kepada Republika, kemarin.

Terkait regulasi Koopssus TNI, Evita menjelaskan bahwa satuan itu telah secara resmi mendapatkan payung hukum melalui Perpres Nomor 42/2019. "Pasukan ini dulu menjadi perhatian terkait pembahasan UU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada pasal 431 mengatur peran TNI dalam mengatasi aksi terorisme yang merupakan bagian dari operasi militer selain perang dan dilaksanakan sesuai tugas dan fungsi TNI," kata dia.

Sedangkan, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai pembentukan Koopssus TNI terlalu mendadak. “Tapi okelah, mungkin sudah kadung dibentuk baru memperkenalkan diri bagaimana caranya ini, apa ini mau kembali ke zaman dulu ada penugasan antiteror kepada TNI," kata Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (31/7).

Fahri mewanti-wanti, pembentukan Koopssus TNI jangan sampai melanggar undang-undang. Dalam praktiknya, ia pun meminta TNI berhati-hati agar tak melebihi koridornya.

"Dia (TNI) ditugaskan untuk perang, tidak ditugaskan untuk penegakan hukum," ujar Fahri Hamzah.
photo
Fahri Hamzah, Wakil ketua DPR Republik Indonesia.

Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafii juga mempertanyakan urgensi pembentukan Koopssus TNI. "Presiden harus benar benar melihat urgensi pelibatan TNI dalam gerakan terorisme yang terjadi hari ini. Kan skala gerakannya kan harus diukur," kata Syafii saat dihubungi Republika.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) dalam penyusunan revisi UU Antiterorisme itu menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 alias perubahan atas UU Antiterorisme sebelumnya, pelibatan TNI dalam terorisme memang memungkinkan. Namun, TNI juga terikat dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Kewenangan TNI terbatas pada hal-hal yang mengancam kedaulatan negara. Maka, TNI baru boleh terlibat dalam pemberantasan terorisme, bila terorisme yang terjadi mengganggu kedaulatan negara.

"Apakah sudah sampai skala yang mengancam kedaulatan, ya, kalau sudah mengancam kedaulatan berarti membutuhkan TNI. Kalau masih gangguan keamanan seperti yang selama ini terjadi, saya kira masih cukup polisi saja," kata politikus Gerindra tersebut.

Ia mengingatkan, selama ini fungsi pemberantasan terorisme sudah berada di tangan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Sementara, penanggulangan berada di tangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Maka itu, menurut Syafii, perlu diperjelas secara terperinci wewenang Koopsus TNI.

"Intinya, harus jelas, jangan macam mau apa," kata dia menegaskan.

Syafii menambahkan, kemunculan Koopssus TNI ini terkesan tiba-tiba. Ia memandang, seolah-olah pemberantasan terorisme menjadi objek yang menarik bagi institusi pertahanan.

"Ada semacam sesuatu yang menarik sepertinya dalam pemberantasan teroris ini, tidak tahu kita apakah uangnya banyak dan sebagainya, kita tidak tahu ini. Ini rebutan makan kue ini kayaknya," ucap Syafii.

Lebih lanjut, pembentukan Koopssus TNI ini juga terkesan tak dikoordinasikan dengan Komisi I DPR selaku mitra TNI di parlemen. Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari mengaku tak diberi tahu soal pembentukan tim tersebut.

"Belum ada yang ngasih tahu, dikasih tahu juga tidak," kata politikus PKS itu saat dikonfirmasi ihwal pembentukan tim tersebut.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I Satya Yudha mengatakan, Komisi I tidak mendapatkan komunikasi dan pemberitahuan peresmian Koopssus TNI. "Kita belum diinformasikan oleh Panglima TNI. Harusnya kita dikasih tahu mengingat Koopssus itu perintah UU Antiterorisme yang dibentuk melalui perpres," ujar politikus Golkar itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement