Selasa 09 Feb 2021 16:15 WIB

Alasan Kemenkeu tak Gunakan Aset Terdakwa untuk Bayar Polis

Regulasi tidak memungkinkan aset sitaan dihitung jadi bagian solvabilitas (RBC).

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Fuji Pratiwi
Kantor Jiwasraya (ilustrasi). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, pemerintah tidak dapat menggunakan aset terdakwa kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk membayar polis para nasabah.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Kantor Jiwasraya (ilustrasi). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, pemerintah tidak dapat menggunakan aset terdakwa kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk membayar polis para nasabah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, pemerintah tidak dapat menggunakan aset terdakwa kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk membayar polis para nasabah. Alih-alih memakai aset, pemerintah memilih menyuntik dana Penyertaan Modal Negara (PMN) ke perusahaan asuransi baru untuk melakukan restrukturisasi polis Jiwasraya.

Baca Juga

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata menjelaskan, aset terdakwa yang kini sudah dirampas Kejaksaan Agung tidak bisa dikategorikan sebagai aset untuk memperhitungkan Risk Based Capital (RBC). Sebab, sebagian besar aset tersebut berbentuk properti ataupun usaha.

Sedangkan, regulator industri keuangan menetapkan tingkat RBC minimal yang harus dimiliki perusahaan asuransi maupun reasuransi adalah 120 persen. Kewajiban ini termasuk harus dipenuhi oleh PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) (Persero). Mereka menjalankan Indonesia Financial Group (IFG), perusahaan peralihan Jiwasraya setelah mengalami kasus gagal bayar klaim nasabah.

"Kalau itu (aset terdakwa-Red) digunakan (untuk bayar polis nasabah-Red) tidak akan klop dalam BPUI," kata Isa dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual pada Senin (8/2).

Untuk itu, Isa menambahkan, pemerintah harus memberikan modal kepada BPUI dengan menggunakan aset yang diperkenankan. Aset yang paling mudah dan cocok dengan situasi saat ini adalah PMN tunai.

Pemerintah akan menyuntikkan PMN maksimum Rp 20 triliun kepada BPUI untuk melakukan restrukturisasi polis nasabah Jiwasraya. Melalui PMN ini, Isa berharap, permasalahan gagal bayar bisa terselesaikan sesuai dengan ketentuan tiap polis.

Selanjutnya, pemerintah nantinya juga akan mendapatkan pemasukan dari aset terdakwa yang telah dirampas. Ada beberapa opsi pengelolaan yang disebutkan Isa, yakni langsung dikelola pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu atau langsung menyerahkan ke BUMN lain yang relevan.

"Ini perlu diperhitungkan lebih dulu dari nilai barang atau properti yang dirampas Kejaksaan dari oknum-oknum yang melakukan pelanggaran dalam kasus Jiwasraya," tutur Isa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement