Rabu 09 Jun 2021 17:08 WIB

Panglima Militer Filipina Kunjungi Laut China Selatan

Langkah Filipina dapat memicu ketegangan dengan China

Red: Nur Aini
Peta klaim Laut China Selatan
Foto: Wikipedia
Peta klaim Laut China Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Panglima angkatan bersenjata Filipina mengunjungi pulau berterumbu karang yang diduduki negaranya di Laut China Selatan pekan ini, sebuah langkah yang dapat memicu ketegangan yang sudah meningkat antara Manila dan Beijing di perairan yang disengketakan yang diklaim oleh kedua negara.

Selama kunjungan Senin (7/6), kepala Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) Cirilito Sobejana memuji para tentara atas peran yang mereka mainkan dalam melindungi penduduk pulau dan "menjaga wilayah negara" di jalur perairan yang strategis itu. Kunjungan itu dilakukan setelah protes diplomatik baru-baru ini yang dilakukan oleh Filipina atas apa yang dikatakannya sebagai kehadiran ilegal ratusan kapal "milisi maritim China" di dalam zona ekonomi eksklusif dan di dekat pulau-pulau yang didudukinya.

Baca Juga

Para diplomat China mengatakan kapal-kapal itu hanya berlindung dari laut yang ganas dan tidak ada milisi di kapal. Perjalanan Sobejana ke Thitu, yang dikenal orang Filipina sebagai Pagasa, terjadi pada Senin, tetapi informasi itu baru diumumkan oleh AFP pada Rabu.

Thitu adalah yang terbesar dari sembilan terumbu karang, beting dan pulau yang diduduki Filipina di kepulauan Spratly, dan merupakan rumah bagi sejumlah kecil personel militer dan warga sipil.

"(Para pasukan itu) semangatnya sangat tinggi, tingkat moral mereka tinggi terutama setelah kunjungan kami," kata Sobejana kepada wartawan, Selasa (8/6) malam, seraya menambahkan dia juga ingin memeriksa pulau itu untuk mengawasi rencana mengubahnya menjadi pusat logistik untuk membuat lebih mudah bagi aset angkatan laut yang melakukan patroli untuk mengisi bahan bakar.

Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar.Filipina, Brunei, China, Malaysia, Taiwan dan Vietnam memiliki klaim kedaulatan yang bersaing di Laut China Selatan, yang menyalurkan barang lebih dari 3 triliun dolar AS (Rp 45 kuadriliun) setiap tahun. Para menteri luar negeri Asia Tenggara dan China sepakat dalam pertemuan pada Senin untuk menahan diri di Laut China Selatan dan menghindari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement