REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, menilai, kehawatiran Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tentang adanya indikasi kecurangan di Pilpres 2024 dinilai, tidak berkaitan dengan kehawatiran anaknya Agus Harimurti Yudhoyono tidak laku menjadi capres atau cawapres. SBY hanya ingin memastikan, tidak ada skenario untuk memaksakan hanya dua pasangan pada Pilpres 2024.
"Skenario itu memang sudah mencuat sejak lama. Bertebaran rumor yang mengatakan, Demokrat dan PKS, diujung pendaftaran pasangan capres akan ditinggal. Dengan begitu, dua partai tersebut tidak cukup suara untuk mengusung pasangan capres," kata Jamiluddin kepada Republika, Senin (19/9/2022).
Jamiluddin meyakini, sebagai mantan presiden, jenderal intelektual, dan doktor, SBY dikenal sosok yang sangat berhati-hati dalam berpendapat. SBY dinilai, tak akan menyampaikan pendapatnya yang masih spekulatif.
"Sebagai mantan presiden, tentu ia masih punya akses untuk mendapatkan data yang paling rahasia pun di Indonesia. Karena itu, SBY diyakini, mempunyai data terkait adanya indikasi kecurangan Pilpres 2024," ucapnya.
Sehingga, menurutnya, jika SBY berpendapat mengenai hal sensitif seperti indikasi kecurangan Pilpres, hal itu didasari data yang akurat dan sintesa yang komprehensif. Karena itu, dia memandang, pendapat SBY akan sangat terukur dan dapat dipertanggungjawabkannya.
"Karena itu, pendapat SBY seyogyanya dijadikan peringatan dini bagi semua pihak, khususnya yang cinta demokrasi, untuk memelototi proses pencapresan 2024. Dengan begitu, kekhawatiran SBY akan ada kecurangan di Pilpres 2024 dapat dicegah," ungkapnya.
Dia menambahkan, partai pendukung pemerintah saat ini memang dirumorkan akan mengusung dua pasangan. Satu pasangan memang akan dimenangkan, sementara satu pasangan diciptakan untuk dikalahkan. Menurutnya rumor tersebut masih perlu diklarifikasi kebenarannya.