Selasa 11 Oct 2022 11:59 WIB

Majelis Umum PBB Sepakat Tolak Adakan Pemungutan Suara Tertutup

Pertemuan mengumpulkan suara apakah akan mengutuk langkah Rusia di Ukraina.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) menolak seruan Rusia agar mengadakan pemungutan suara rahasia akhir pekan ini.
Foto: AP Photo/Bebeto Matthews
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) menolak seruan Rusia agar mengadakan pemungutan suara rahasia akhir pekan ini.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) menolak seruan Rusia agar mengadakan pemungutan suara rahasia akhir pekan ini. Pertemuan yang mengumpulkan 193 anggota ini akan memberikan suara apakah akan mengutuk langkah Rusia mencaplok empat wilayah yang diduduki di Ukraina.

MU memutuskan dengan 107 suara mendukung, akan mengadakan pemungutan suara secara publik pada rancangan resolusi yang mengutuk upaya yang disebut referendum ilegal oleh Rusia dan upaya pencaplokan ilegal. Para diplomat mengatakan, pemungutan suara atas resolusi itu kemungkinan pada Rabu atau Kamis (12-13/10/2022).

Baca Juga

Hanya 13 negara yang menentang mengadakan pemungutan suara publik pada rancangan resolusi. Sedangkan 39 negara lainnya abstain dan negara-negara yang tersisa, termasuk Rusia dan China tidak memberikan suara.

Rusia berpendapat, lobi Barat mungkin akan menyulitkan beberapa negara, jika posisi diungkapkan secara terbuka. Selama pertemuan pada Senin, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mempertanyakan dorongan untuk mengutuk negara itu.

"Apa hubungannya ini dengan perdamaian dan keamanan atau mencoba menyelesaikan konflik?" kata Nebenzia.

Nebenzia menggambarkannya sebagai satu langkah lagi menuju perpecahan dan eskalasi. Padahal Rusia memulai dengan mencaplok Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia setelah menggelar upaya referendum. Ukraina dan sekutunya mengecam pemungutan suara itu sebagai tindakan ilegal dan memaksa.

Rancangan resolusi MU PBB meminta negara-negara untuk tidak mengakui langkah Rusia dan menegaskan kembali kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina. Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya meminta negara-negara untuk mempertahankan prinsip-prinsip Piagam PBB.

"Jejak darah tertinggal dari delegasi Rusia ketika memasuki MU dan aula dipenuhi dengan bau daging manusia yang membara. Itu yang telah kami toleransi di Suriah. Itulah yang terjadi hari ini di Ukraina," kata Kyslytsya.

Rusia sebelumnya memveto resolusi serupa di Dewan Keamanan (DK) beranggotakan 15 orang bulan lalu. Moskow telah berusaha mengurangi isolasi internasional setelah hampir tiga perempat anggota MU menegur dan menuntutnya menarik pasukannya dalam waktu seminggu setelah invasi 24 Februari ke Kiev.

Langkah-langkah di PBB mencerminkan apa yang terjadi pada 2014 setelah Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina. Rusia ketika itu juga memveto rancangan resolusi yang menentang referendum tentang status Krimea dan mendesak negara-negara untuk tidak mengakuinya di DK PBB.

MU kemudian mengadopsi resolusi yang menyatakan referendum tidak sah dengan 100 suara mendukung, 11 menentang dan 58 abstain formal. Sementara dua lusin negara tidak ambil bagian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement