Kamis 03 Nov 2022 11:37 WIB

Ahli Epidemiologi Minta BPOM Akui Lalai Awasi dan Beri Izin Edar Obat

Temuan senyawa EG dan DEG jadi bukti pengawasan dan izin edar BPOM tidak berjalan

Rep: Novita Intan / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah obat sirop yang tidak dijual akibat larangan dari Kementerian Kesehatan di RSIA Bunda Jakarta. Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak gegabah  dalam mengambil keputusan terkait temuan cemaran senyawa etilen glikol dan dietilen glikol, yang melebihi ambang batas pada sejumlah produk obat sirop yang beredar di Indonesia.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah obat sirop yang tidak dijual akibat larangan dari Kementerian Kesehatan di RSIA Bunda Jakarta. Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak gegabah dalam mengambil keputusan terkait temuan cemaran senyawa etilen glikol dan dietilen glikol, yang melebihi ambang batas pada sejumlah produk obat sirop yang beredar di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak gegabah  dalam mengambil keputusan terkait temuan cemaran senyawa etilen glikol dan dietilen glikol, yang melebihi ambang batas pada sejumlah produk obat sirup yang beredar di Indonesia.

BPOM telah mengumumkan temuannya ada perusahaan farmasi yang telah melanggar ketentuan BPOM yang terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung etilen glikol sebesar 48 mg/ml, syaratnya harus kurang dari 0,1 mg/ml.

Dalam temuannya, BPOM menilai ada pelanggaran dari perusahaan farmasi telah mengubah bahan baku dengan menggunakan bahan baku yang tidak memenuhi syarat dengan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol di atas ambang batas aman, hingga produk tidak memenuhi persyaratan. Adapun kedua zat tersebut diduga menjadi pemicu penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia. 

Baca juga : Kemenkes-BPOM Benahi Sistem Pengawasan Obat

Masdalina mempertanyakan pengawasan BPOM dalam memberikan perizinan edar obat masyarakat. Dia kemudian menyinggung proses pidana yang ditujukan pada perusahaan farmasi tersebut.

"Temuan ini membuktikan bahwa fungsi pengawasan BPOM tidak jalan. Jadi selama ini apa yang dikerjakan? perizinan saja? Mereka sudah mengantongi izin edar," kata Masdalina, Rabu (2/11/2022)

Masdalina menilai seharusnya metode pengawasan BPOM mudah dilakukan dengan cara melakukan sampling uji coba per bets produk obat. Dia menyebut, BPOM tidak ada upaya untuk mencegah agar tidak terjadi kondisi yang diduga mengakibatkan ratusan anak meninggal akibat gangguan ginjal akut progresif atipikal.

"Kalau menurut saya jauh lebih bijak kalau mengakui saja, bahwa oke kami (BPOM) akan meningkatkan pengawasan, kami lalai pada bagian ini, tidak masalah,” ucapnya.

Baca juga : Pakar Dorong Pemerintah Cari Faktor Lain Penyebab Gagal Ginjal Akut

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement