Kebiasaan Buruk Selama Pandemi yang Berdampak Negatif Bagi Otak
Beberapa tahun setelah Covid-19 muncul, masyarakat cenderung tidak mencari teman.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pandemi Covid-19 membawa perubahan gaya hidup bagi masyarakat, mulai dari bekerja di rumah (work from home) hingga maraknya pemesanan makan dan belanja secara daring (online). Efek perubahan tersebut belum tentu menjadi lebih baik.
Sebuah penelitian menunjukkan, beberapa tahun setelah Covid-19 muncul, masyarakat cenderung tidak mencari teman, tidak berolahraga secara teratur, tidak makan sayuran, tidak tidur yang cukup, dan tidak menjalani kehidupan di luar pekerjaan. Semua hal itu ternyata bisa memengaruhi kesehatan otak.
Berikut penjelasannya dikutip dari laman Discover Magazine pada Selasa (3/1/2023):
1. Gagal bersosialisasi dengan manusia lain
Jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi, para peneliti mengetahui bahwa isolasi sosial meningkatkan risiko peradangan di seluruh tubuh serta demensia. Menurut profesor neurologi dan biokimia Pellegrino Center di Georgetown University Medical Center, James Giordano, otak manusia berevolusi untuk memungkinkan adanya hubungan sosial. "Ini telah membantu kita bekerja sama," kata Giordano.
Setelah jutaan tahun manusia berevolusi, kini kebutuhan akan interaksi sosial itu terhubung. Anda mungkin menganggap hubungan sosial seperti "olahraga" untuk otak. Butuh kekuatan otak untuk mengingat nama orang. Percakapan juga memaksa otak untuk mendengar kata-kata, memperhatikan nada suara dan bahasa tubuh, serta memprediksi apa yang ingin dikatakan orang tersebut.
“Salah satu temuan paling mendesak dalam semua psikologi adalah bahwa hubungan sosial sangat penting,” kata profesor psikologi di University of North Carolina, Janet Boseovski.
Lantas, apa yang sebaiknya Anda lakukan apabila kehilangan antusiasme berinteraksi terhadap orang lain pascapandemi? Boseovski mengatakan, mulai dari hal kecil.
Jika Anda seorang pekerja jarak jauh, pertimbangkan untuk menghabiskan sebagian hari kerja di kedai kopi, toko buku, atau tempat lain yang membuat Anda dapat melihat, mendengar, dan berinteraksi dengan manusia lain. Jika Anda terbiasa berolahraga di rumah, kini cobalah untuk melakukannya di luar ruangan atau gym, tempat Anda akan bertemu orang lain.
2. Tetap terikat pada pekerjaan
Dengan munculnya pekerjaan jarak jauh dan teknologi seluler, semakin sulit untuk memisahkan waktu kerja dari waktu senggang. "Anda terkadang menjawab email meski tidak sedang dalam waktu kerja. Anda tidak 100 persen santai dan menikmati waktu senggang kami," kata Boseovski.
Untuk melihat apakah tidak adanya pemisahan kehidupan kerja memengaruhi fokus dan suasana hati Anda, coba jawab pertanyaan-pertanyaan ini. Apakah Anda merasa puas dan rileks saat sedang berlibur, nonton film, jalan-jalan bersama teman, atau di rumah bersama keluarga? Saat tidak sedang bekerja, apakah pikiran Anda tertuju pada orang-orang yang bersama Anda, atau pada pekerjaan?
"Jika Anda menjawab 'tidak' dan 'pekerjaan', kemungkinan pola pikir Anda selalu aktif mengarah ke pekerjaan," ujarnya.
Dia menganalogikan kondisi tersebut dengan menyalan mobil meski tidak sedang berjalan. Jika terus dibiarkan, ini akan menguras baterai mental Anda.
Untuk melepaskan diri dari pola pikir tersebut, pertimbangkan cara-cara yang dapat memisahkan pekerjaan dari rumah. Jika bekerja dari jarak jauh, mungkin Anda membatasi pekerjaan di satu area rumah saja, seperti ruang kerja atau kamar tidur cadangan. Kemudian Anda dapat membuat aturan, jika tubuh secara fisik tidak berada di ruangan tersebut, berarti Anda sedang tidak bekerja.
3. Mengonsumsi lebih banyak makanan manis dan sedikit sayuran
Menurut ulasan dari 23 penelitian yang diterbitkan dalam International Journal of Environmental Research and Public Policy pada 2021, banyak orang mengonsumsi makanan olahan serta lebih sedikit buah dan sayuran, dibandingkan sebelum pandemi.
Giordano mengatakan, semua ini mungkin meningkatkan tingkat peradangan, terutama di usus, yang pada gilirannya memengaruhi otak. Ketika peneliti Harvard mempelajari pola makan dan kesehatan otak, mereka menemukan bahwa versi modifikasi dari diet Mediterania membantu dalam melindungi otak dari penuaan.
“Diet dengan tren antioksidan yang kuat penting untuk mengurangi tingkat peradangan secara keseluruhan dan pengaruhnya terhadap otak,” kata Giordano. Cobalah untuk memasukkan banyak buah dan sayuran berwarna cerah, ikan berlemak seperti salmon, kacang-kacangan, dan biji-bijian dalam diet Anda.
4. Tidak cukup olahraga
Sebelumnya, banyak dari Anda yang menggunakan sepeda, jalur pendakian, dan jalan setapak saat libur bekerja. Namun saat pekerjaan jarak jauh mulai menumpuk dan pusat kebugaran ditutup dalam waktu yang lama, banyak orang mulai lebih sedikit bergerak. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of American Board of Family Medicine, orang-orang lebih sering duduk di depan laptop selama pandemi Covid-19.
"Itu tidak baik untuk otak kita, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," kata Wendy Suzuki, seorang ahli saraf di New York University dan penulis Good Anxiety and Happy Brain, Happy Life.
Dalam jangka panjang, gaya hidup kurang gerak dikaitkan dengan penurunan kognitif seperti demensia. Dalam jangka pendek, kurangnya aktivitas menghambat fokus, konsentrasi, dan suasana hati.
5. Kurang tidur
Menurut survei yang dilakukan oleh Better Sleep Council, orang yang diklasifikasikan sebagai "orang yang kurang tidur" naik 6 persen antara 2019 dan 2021. Saat tidur, otak tidak hanya mengatur ingatan dan memulihkan pemrosesan otak, tetapi juga mengeluarkan racun yang menumpuk saat bangun.
Ketika Anda tidak cukup tidur, racun ini dapat bertahan, meningkatkan risiko demensia. Kurang tidur membuat Anda tidak dapat berkonsentrasi di tempat kerja, lelah, dan terus menginginkan makanan manis.