Viral Video Hotman dan Analisis Mengapa Ferdy Sambo Masih Bisa Lolos dari Hukuman Mati
KUHP memberikan kewenangan hakim menjatuhkan hukuman percobaan kepada terpidana mati.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira B, Rizky Suryarandika, Fauziah Mursid, Bambang Noroyono
Pengacara kondang Hotman Paris kemarin mendadak viral beberapa jam setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Video lama Hotman yang mengkritisi Pasal 100 Ayat 1 KUHP hasil revisi dikaitkan oleh warganet dengan vonis terhadap Sambo.
Dalam Pasal 100 Ayat 1 KUHP tercantum, hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun jika: A. Rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri, atau B. Peran terdakwa dalam tindak pidana, dan C. Ada alasan yang meringankan.
"RUU KUHP yang baru menyebutkan meskipun hukuman mati sudah diberikan, eksekusinya tidak dapat dilakukan dengan segera. Terpidana hanya bisa dieksekusi setelah menjalani masa penjara selama 10 tahun. Nah sepuluh tahun itu akan digunakan untuk menilai tingkah laku terpidana dan apakah mereka berperilaku baik atau tidak," kata Hotman Paris dalam video tersebut.
"Yah nanti bakal mahal deh surat keterangan kelakukan baik oleh kepala lapas penjara daripada dihukum mati. Orang berapa pun bakal mau mempertaruhkan apa pun demi dapat surat kelakuan baik untuk tidak dihukum mati," tambah Hotman.
Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) menilai, ada tiga peluang Ferdy Sambo terhindar dari hukuman mati. Peluang pertama, Ferdy Sambo dapat lolos dari hukuman mati jika banding atau kasasinya disetujui. Sebab putusan mati terhadap Sambo baru di pengadilan tingkat pertama.
"Putusan Sambo ini kan belum inkrah ya, masih ada upaya hukum banding dan kasasi yang kita belum tau nanti bagaimana putusannya, bisa jadi hukuman mati atau bukan," kata Direktur Riset dan Publikasi Pusham UII Despan Heryansyah kepada Republika, Selasa (14/2).
Kedua, Ferdy Sambo berpotensi lolos dari hukuman mati kalau eksekusinya molor hingga berlakunya KUHP baru pada 2026. Sebab ketentuan Pasal 3 KUHP baru menyebut jika terdapat perubahan aturan maka diberlakukan yang paling meringankan.
"Jadi ada opsi ketentuan dalam KUHP baru diberlakukan bagi Sambo dalam situasi demikian, yaitu pidana mati diganti dengan penjara seumur hidup," ujar Despan.
Walau demikian, Despan menyatakan ada banyak syarat yang mesti dipenuhi Sambo agar mendapat keringanan hukuman. Diantaranya memenuhi unsur berkelakuan baik dan menyesali perbuatannya.
"Untuk memperoleh ketentuan dalam KUHP baru ini tentu ada banyak persyaratan yang lebih dulu harus dipenuhi oleh Sambo, tidak secara otomatis memperoleh itu," ucap Despan.
Ketiga, Ferdy Sambo punya kesempatan terlepas dari jerat hukuman mati kalau mendapat pengampunan dari Presiden Indonesia. Hanya saja, pengampunan ini merupakan hak Presiden.
"Hukum kita mengatur ada opsi lain bagi Sambo untuk menghindari hukuman mati, yaitu permohonan grasi kepada presiden RI," ucap Despan.
In Picture: Ekspresi Orang Tua Brigadir J Usai Putri Candrawathi Divonis 20 Tahun Penjara
Lewat pesan singkatnya, Selasa (14/2/2023), pakar hukum pidana Prof Mudzakkir pun mengingatkan konsekuensi lolosnya terdakwa Ferdy Sambo dari eksekusi mati akibat implementasi KUHP terbaru. Mudzakkir menilai, kondisi itu akan menjadi antiklimaks dari harapan-harapan publik dalam penuntasan kasus ini.
"Jangan sampai nanti menjadi antiklimaks ketika sekarang sudah mendapat support masyarakat begitu luas dan independen hakim dipuji lalu tiba-tiba berubah, jadi pidana mati tidak dieksekusi karena perubahan hukum pidana baru," ujar Mudzakkir.
Karena itu, dia mengingatkan pengadilan untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan atas kasus Sambo ini. Karena, berbeda kasus dengan vonis mati lainnya, kasus Sambo ini mendapat perhatian besar dari masyarakat.
Apalagi, penjatuhan pidana mati itu dilihat dari perspektif publik tampak telah memuaskan publik. Terlebih, apa yang dilakukan Sambo dengan alasan-alasan selama ini.
"Sekarang itu orang sudah menyimpulkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan itu sebaiknya harus hati-hati di dalam mengambil kebijakan itu," ujarnya.
Mudzakkir menjelaskan, dalam KUHP yang baru disahkan akhir tahun lalu, ada masa percobaan bagi seorang terpidana hukuman mati. Syaratnya, dalam putusan pengadilan disebutkan putusan pidana mati yang dijatuhkan putusan pidana mati yang bersyarat. Syaratnya, dalam 10 tahun itu terpidana berkelakuan baik jika ingin putusannya diubah menjadi pidana seumur hidup.
Tetapi, ia menegaskan, situasi berbeda kalau dalam putusan pengadilan tidak ada pidana mati bersyarat. Sebab, jika putusan pengadilan tidak menyebutkan pidana mati bersyarat, berarti putusan vonis kepada Ferdy Sambo itu pidana mati murni.
Itupun, masih ada potensi pengurangan pidana mati kalau kemudian hari memenuhi Pasal 101 KUHP yang baru. Disebutkan dalam pasal itu, jikalau dalam 10 tahun ternyata jaksa tidak mengeksekusi pidana mati, maka pidana mati berubah jadi pidana seumur hidup.
"Kalau pidana mati berubah menjadi seumur hidup, potensi dia akan mendapat apa yang disebut sebagai peluang untuk tidak eksekusi pidana mati," kata Mudzakkir.
Tim pembela hukum Ferdy Sambo menilai, putusan majelis hakim tak berdasarkan fakta-fakta di persidangan. Bahkan, pengacara Arman Hanis menilai, hukuman pidana mati terhadap kliennya itu hanya berdasarkan pelampiasan kebencian, dan juga adanya tekanan terhadap majelis hakim.
“Kami melihat, hakim dalam tekanan juga,” ujar Arman saat ditemui drusai mendampingi Sambo menjalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Hutabarat (J) di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
Arman melanjutkan, putusan majelis hakim memang harus dihormati. Akan tetapi menurut dia, ada banyak pertimbangan hakim dalam putusannya, yang hanya mengacu pada asumsi.
“Soal keputusan itu memang kewenangannya hakim untuk memutuskan. Tetapi ada beberapa pertimbangan, yang menurut kami itu tidak berdasarkan fakta-fakta di persidangan. Hanya berdasarkan asumsi, dan kami melihat hakim ini dalam tekanan juga,” kata Arman.
Arman menghindar ketika diminta penjelasannya soal siapa yang memberikan tekanan kepada hakim sampai menjatuhkan hukuman mati terhadap Sambo. Karena hukuman tersebut, lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta hanya penjara seumur hidup.
“Saya nggak tahu (pihak yang menekan). Saya cuma menilai saja,” begitu kata Arman.